Rudy menjelaskan, EWS Tsunami yang ada saat ini, hanyalah berupa sirine. Kondisi itu dikhawatirkan akan menyulitkan penyandang tuna rungu untuk melakukan evakuasi mandiri jika sewaktu-waktu terjadi Tsunami.
“Atas dasar itu kita tambahkan alat berupa lampu rotari berwarna merah yang sudah kita sepakati dengan saudara kita kaum tuna rungu. Kalau lampu EWS menyala warna merah ,berarti itu adalah perintah Evakuasi,” jelasnya.
Menurut Rudy, EWS Tsunami Inklusi adalah inovasi kebencanaan pertama yang lahir dari Sumatra Barat dan akan ditularkan secara luas kepada daerah lainnya pada momen hari kesiapsiagaan nasional pada 26 April.
Selain EWS Inklusi, pada kegiatan itu Sumbar juga akan mencoba ‘memprovokasi’ daerah lainnya di Indonesia untuk ikut memasang Blue Line batas landaan tsunami seperti yang saat ini telah terpasang dibeberapa titik di Kota Padang .
“Di daerah lain belum Blue Line batas landaan Tsunami. Padahal daerah lain pun juga punya ancaman Tsunami yang sama. Makanya kita akan mencoba memprovokasi BNPB untuk bisa mengadopsi itu di daerah rawan tsunami lain seperti di daerah barat pulau Sumatra,selatan pulau Jawa, Bali. NTB dan NTT,” ungkapnya.
Rudy menyampaikan, dalam momentum hari kesiapsiagaan nasional nanti, juga akan dilaksanakan gladi evakuasi bencana gempa bumi berpotensi tsunami serentak se Indonesia.
Gladi kesiapsiagaan bencana di Kota Padang mendatang, akan diikuti jajaran BPBD di 19 Kabupaten Kota se Sumbar, serta 30 BPBD Kabupaten Kota lainnya se Indonesia.
Daerah yang berada di kawasan pesisir pantai, akan melaksanakan gladi kesiapsiagaan menghadapi ancaman dan potensi bencana gempa berpotensi tsunami. “Bagi yang tidak berada di pesisir gladi nya adalah evakuasi korban gempa bumi. Ketika gladi dilaksanakan, serine peringatan dini Tsunami juga akan berbunyi, masyarakat diminta tidak panik karena itu hanyalah simulasi,” pungkasnya. (brm)