M.YAMIN, METRO–Oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Padang nekat menggunakan pelat nomor palsu kendaraan. Dia mengganti nomor polisi (nopol) asli yang tertera di Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) miliknya. Selain itu, abdi negara ini diketahui juga telah menunggak pajak dengan status terblokir.
Berdasarkan data dari aplikasi resmi e-Samsat Sumbar, kendaraan produksi Honda dengan nomor polisi (nopol) BA 1421 QE itu diketahui telah mati pajak sejak 11 April 2023 dengan masa akhir pemberlakuan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tanggal 11 April 2024.
“Status terblokir,” tulis e-Samsat dalam pengecekan status kendaraan, Jumat (30/6) pagi.
Sementara, biaya Pajak Kendaraan Bermotor yang harus dibayar adalah Rp2.113.650 dengan sanksi atau denda keterlambatan sebesar Rp169.109.
Kemudian, biaya Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang harus dibayar Rp143 ribu dengan denda keterlambatan Rp35 ribu. Total pajak yang harus dibayar kendaraan oknum ASN tersebut yakni sebesar Rp2.460.750.
Diketahui, oknum berinisial ES itu mengaku hanya menukar sementara nopol asli ke palsu demi menghindari kejaran dari penagih utang, debt collector atau mata elang, karena mobil yang ia gunakan masih dalam status kredit.
“Iya, sementara saja kok,” ucapnya beberapa waktu lalu.
Data yang berhasil dihimpun, kendaraan produksi Honda itu sejatinya menggunakan nopol BA 1421 OE, namun berganti ke BA 1235 AY.
Belakangan diketahui, pelat palsu yang digunakan oknum ASN itu bukan diperuntukkan untuk kendaraannya. Plat tersebut diperuntukkan untuk mobil Toyota Yaris warna hitam metalik.
Kapolresta Padang, Kombes Ferry Harahap angkat bicara pasca temuan oknum ASN di Kota Padang yang menggunakan pelat nomor palsu di kendaraannya. Ferry menduga oknum ASN tersebut menggunakan pelat nomor palsu guna menghindari pembayaran pajak.
“Kami monitor terus permasalahan (oknum) ASN diduga pakai nomor polisi (nopol) palsu untuk hindari pajak,” kata Ferry via pesan singkat, Jumat (30/6).
Penggunaan nopol kendaraan sejatinya sudah diatur di dalam Undang-undang (UU), yakni Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) nomor 5 tahun 2012 tentang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.
Dalam pasal 39 ayat 5 Perkapolri nomor 5 tahun 2012 disebutkan bahwa Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang tidak dikeluarkan oleh Korlantas Polri, maka dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku secara resmi.
Jika masih nekat apalagi berani melakukan pemalsuan pelat nomor, dapat dikenakan pasal penipuan 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun,” begitu bunyi pasal tersebut.
Tak hanya itu, pemalsuan pelat nomor kendaraan ini bersinggungan dengan Undang-undang (UU) nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Petugas penegak hukum bisa melakukan tindakan penilangan jika ditemukan indikasi pemalsuan STNK dan atau pelat nomor kendaraan.
Pasal tersebut di antaranya pasal 280, melanggar tidak dipasangi tanda nomor kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp500 ribu.
Kemudian, pasal 288 ayat 1, pemilik atau pengendara yang melanggar tidak melengkapi kendaraan dengan STNK atau surat tanda coba kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dijerat pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp500 ribu.
Terpisah, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Padang, Boby Firman menyebut tindakan ASN tersebut tidak dapat dibenarkan dan bukan memberi contoh yang baik. “Tentu tidak dapat dibenarkan. Namun, itu tidak ada kaitannya dengan kami, itu urusan pribadinya. Itu masalah pribadinya dengan pihak leasing,” ujarnya. (cr1)