JAKARTA, METRO–Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bakal mengerek harga produk atau jasa di konsumen. Pasalnya, harga baru BBM tersebut menjadi beban tersendiri bagi sektor logistik maupun transportasi.
Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan, kenaikan harga BBM akan membebani ongkos logistik atau pengiriman industri makanan dan minuman. “Di industri makanan dan minuman, sekitar 4 sampai 8 persen biaya logistik atau pengirimannya. Dalam biaya pengiriman itu yang paling besar kalau transporter atau pemilik truk atau angkutan rata-rata 50 persen dipakai untuk BBM,” ujarnya kemarin (4/9).
Menurut Adhi, rata-rata kontribusi biaya logistik adalah 6 persen. Dengan kenaikan BBM sekitar 30 persen, dia memproyeksikan pengaruh pada distribusi atau logistik terhadap produk jadi sekitar 1 persen. “Kemudian, terjadi juga kenaikan di hulunya terkait pengiriman bahan baku dan lain sebagainya. Anggap saja sama kira-kira 1 persen, berarti rata-rata sekitar 2 persen akan berpengaruh terhadap harga pokok kita,” tegasnya.
Sementara itu, pengusaha truk sudah berancang-ancang menaikkan tarif sebanyak 25 persen. Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Timur Sundoro mengatakan, pihaknya telah melakukan rembuk nasional setelah pengumuman pemerintah terkait kenaikan harga BBM. Dengan kenaikan biosolar sebanyak 32 persen, pihaknya memang harus menyesuaikan tarif. “Perlu diketahui bahwa tarif kami tahan selama sejak 2015. Satu-satunya alasan tarif kami tahan adalah harga BBM yang masih sama,” paparnya.
Secara kalkulasi, ongkos angkut biasanya naik sekitar 50 persen dari kenaikan BBM. Hal itu disebabkan komponen BBM menyerap sekitar 35–40 persen. Dengan demikian, jika harga solar naik 10 persen, ongkos angkut bakal naik 5 persen.
Namun, kali ini pihaknya juga memperhitungkan inflasi yang terjadi selama enam tahun terakhir. Karena itu, pihaknya memutuskan untuk menaikkan ongkos sebanyak 25 persen. “Ini nanti jadi acuan bagi pengusaha transportasi di asosiasi kami. Besok (hari ini, 5/9, Red) kami akan edarkan surat edaran kepada anggota kami,” ungkapnya.
Hingga kemarin, Sundoro mengaku belum tahu respons dari pemilik barang. Namun, dia meyakini bahwa sebagian besar bakal menyesuaikan harga produk. Terutama pemilik komoditas yang biasanya tak terlalu mahal nilainya dibandingkan volume. Komoditas seperti beras, air mineral, dan sayuran bakal disesuaikan.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang berharap pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat terkait dampak dari kenaikan BBM. “Kita berharap pemerintah mampu mengambil kebijakan yang tepat atas dampak kenaikan BBM. Misalnya, kenaikan tarif transportasi dan logistik harus seimbang. Kemudian mengendalikan harga-harga pokok pangan dan gas sehingga mampu mengendalikan dan menjaga inflasi dan konsumsi rumah tangga,” paparnya kemarin.
Menurut Sarman, kemampuan pemerintah menjaga inflasi dan daya beli diharapkan bisa membuat pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV 2022 tetap di atas 5 persen. “Harapannya, dengan terjaganya daya beli atau konsumsi rumah tangga, omzet pelaku usaha tidak turun secara drastis sehingga tidak menurunkan produktivitas pelaku usaha,” bebernya.
Ketua Umum Organisasi Angkutan Darat (Organda) Adrianto Djokosoetono juga berharap pemerintah segera memberikan dan menetapkan pedoman penyesuaian tarif moda angkutan jalan kelas ekonomi sesuai tingkatan. Dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP) kelas ekonomi, dinas perhubungan (dishub) provinsi untuk antarkota dalam provinsi (AKDP) kelas ekonomi dan taksi, serta dishub kabupaten/kota untuk angkutan perkotaan dan pedesaan. “Untuk moda nonekonomi, operator bisa menyesuaikan dengan melihat potensi dan kondisi pasar,” ujarnya.
Pihaknya berharap seluruh jajaran Organda tetap menjaga kondusivitas wilayah masing-masing dalam menyesuaikan tarif angkutan. Hal itu guna memastikan tetap terjaganya dukungan Organda terhadap kebutuhan pergerakan masyarakat, baik orang maupun logistik.
Di sisi lain, pihaknya juga meminta pemerintah menjamin tersedianya pasokan dan kelancaran pasokan BBM bersubsidi yang merata sesuai kebutuhan di seluruh Indonesia. Apalagi, menjelang akhir tahun, distribusi BBM bersubsidi selalu mengalami kelangkaan. “Pemerintah juga mesti tegas dan mengambil langkah cukup guna mengawasi penyaluran BBM bersubsidi sesuai ketentuan,” ungkap Andre, sapaan akrab Adrianto Djokosoetono.
Terkait hal itu, pemerintah tengah menggenjot perpindahan penerima BBM bersubsidi ke aplikasi MyPertamina agar bisa lebih tepat sasaran. Menurut Sekjen Organda Ateng Aryono, langkah tersebut harus diikuti dengan kemudahan-kemudahan. Misalnya untuk proses registrasi dan sosialisasi yang proaktif. “Terlebih lagi harus dijamin kepastian dan keandalan sistem,” katanya.
Sementara itu, ikut naiknya harga pertamax, menurut Direktur Celios Bhima Yudhistira, mengakibatkan tujuan utama untuk membatasi konsumsi pertalite tidak akan tercapai. “Akibatnya, pengguna pertamax akan tetap bergeser ke pertalite,” ujarnya. Dengan perhitungan harga baru, gap harga antara pertalite dan pertamax kini mengecil. Dari awalnya Rp 4.850 per liter menjadi Rp 4.500 per liter.
Menyoal kemungkinan tetap meningkatnya volume konsumsi pertalite dan peralihan konsumen dari pertamax ke pertalite, Pertamina berharap adanya tambahan kuota. “Harapannya, ada tambahan kuota (dari pemerintah, Red),” ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting kepada Jawa Pos. Bagaimana jika tidak ada tambahan kuota? Irto menyebutkan, “Kita (Pertamina, Red) tunggu arahan pemerintah.”
Meski begitu, Pertamina memastikan ketersediaan stok pertalite dan solar serta proses distribusinya ke SPBU berjalan dengan maksimal di tengah meningkatnya konsumsi masyarakat. Pertamina memastikan ketahanan stok pertalite dan solar pada 2 September berada di angka yang aman. Pertalite di level 18 hari, solar di level 20 hari, dan terus diproduksi. Proses produksi mulai hilir hingga ketersediaan stok BBM di SPBU juga terus dimonitor melalui Pertamina Integrated Enterprise Data and Center Command (PIEDCC) secara real time.
Secara terpisah, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyatakan, kenaikan harga pertalite, solar, dan pertamax akan berdampak pada outlook ekonomi Indonesia 2022. Kenaikan harga tiga jenis BBM itu berisiko memangkas pertumbuhan ekonomi sampai 0,33 persen. Sampai semester I 2022, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,23 persen. Itu didukung naiknya mobilitas masyarakat, bantuan sosial dari pemerintah, serta kinerja ekspor yang tinggi di tengah naiknya harga komoditas unggulan. “Meski kami masih melihat ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh di kisaran 5 persen secara full-year pada tahun ini,” katanya melalui pesan singkat.
Menurut Faisal, kenaikan harga BBM juga akan memicu naiknya inflasi. Perhitungannya menunjukkan bahwa kenaikan harga pertalite sebesar 30,72 persen dan pertamax sebanyak 16 persen akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 persen. Sedangkan kenaikan 32,04 persen harga solar akan berkontribusi sebesar 0,17 persen pada tingkat inflasi.
Hitungan itu sudah memperhitungkan first round impact atau dampak kenaikan harga tiga jenis BBM tersebut secara langsung dan second round impact alias dampak lanjutan pada inflasi. Seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan sebagian harga barang dan jasa lainnya pula.
Faisal memproyeksikan inflasi pada akhir 2022 berada di kisaran 6,27 persen. Sementara inflasi inti berada pada kisaran 4,35 persen. Namun, lanjut dia, sebagai catatan, hanya terdapat empat bulan berjalan di sisa 2022. Dengan begitu, dampak dari second round impact masih akan berlanjut pada 2023, terutama pada semester I. (jpnn)