Sesekali saya minum kopi. Belakangan ini. Sejak teman-teman saya buka usaha kopi. Yang teman lama buka warung. Yang teman baru bukan cafe. Nama jaringan warung teman lama itu ‘Kopi Cowas’. Singkatan dari konco lawas — teman lama. Dengan motto: sampek matek — sampai mati tetap teman. Lokasi warungnya di kampung-kampung Surabaya. Dan sekitarnya. Di dalam gang-gang. ‘Kopi Cowas’ punya pemasok kopi dengan ramuan yang standar. Mirip pola Starbucks. Modalnya hanya sekitar Rp 5 juta.
Setiap ke teman lama apa boleh buat. Merasakan kopinya. Begitulah. Yang teman-teman baru buka cafe: anak-anak muda itu. Di mall-mall. Larisnya bukan main. Sampai saya juga tertarik untuk mencobanya: mengapa begitu laris. Modalnya sekitar Rp 1 miliar. Mesin pembuat kopinya saja Rp 400 juta. Tapi kok begitu menjamur. Ada satu teman yang sekarang punya 100 gerai. Di Jakarta saja. Seperti Bukanagara Coffee. Milik Willawati. Dia keluarga pondok pesantren Tebuireng, Jombang. Yang juga punya banyak butik. Dan belakangan jadi produser film. Termasuk film Marinasi Pembunuh.Atau Bid’ah Cinta.