JAKARTA, METRO–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi pembayaran komisi agen dari PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) kepada PT Mitra Bina Selaras tahun 2017-2020. Kedua tersangka itu yakni Direktur Pengembangan Bisnis tahun 2019-2020, Sahata Lumban Tobing dan pemilik atau pengendali PT Mitra Bina Selaras, Toras Sotarduga Panggabean.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, kedua tersangka itu langsung ditahan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Keduanya ditahan untuk 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
“Untuk kebutuhan penyidikan dan berdasarkan kecukupan alat bukti, penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka SHT dan tersangka TSP selama 20 hari ke depan yang terhitung sejak tanggal 27 Agustus 2024 sampai dengan 15 September 2024,” kata Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (27/8).
“Tersangka Sahata ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) kelas 1 Jakarta Timur Cabang C1 dan tersangka Toras Sotarduga ditahan di Rutan kelas 1 Jakarta Timur Cabang K4,” sambungnya.
Alex menjelaskan, kasus ini dimulai pada 2016 pada saat Divisi Pemasaran dan Perbankan (salah satu divisi di bawah Direktorat Operasi Ritel) yang mencoba penjajakan kerja sama penutupan asuransi dengan pihak perbankan yang salah satunya adalah Bank Mandiri.
Dari penjajakan tersebut, Bank Mandiri mensyaratkan pembayaran Fee Based Income sebagai komisi kepada Bank Mandiri, karena telah memasarkan dan menggunakan produk asuransi PT Jasindo.
Kedua tersangka saat itu merupakan teman satu sekolah dan bertemu dalam suatu acara reuni. Dalam agenda tersebut, kedua tersangka saling menyampaikan pekerjaannya masing-masing.
Tersangka Sahata menyampaikan bahwa dirinya merupakan Direktur PT Jasindo dan tersangka Toras Sotarduga adalah pebisnis di bidang properti dan memiliki koperasi simpan pinjam (KSP) bernama KSP Dana Karya.
“Dari perkenalan tersebut, tersangka SHT menyampaikan bahwa ada peluang kerja sama dengan PT Jasindo tetapi memerlukan dana yang besar,” ucap Alex.
Dari perbincangan tersebut, kemudian ditindaklanjuti oleh tersangka Sahata dan Toras Sotarduga dengan mengadakan pertemuan-pertemuan yang terjadi dari rentang waktu 2016 sampai dengan awal 2017. Menurut Alex, pertemuan-pertemuan tersebut turut dihadiri juga oleh beberapa pegawai PT Jasindo yang merupakan bawahan dari tersangka Sahata dan beberapa pegawai yang bekerja di KSP Dana Karya.
Ia menyebut, sejumlah pertemuan pada pokoknya membahas PT Jasindo sedang melakukan penjajakan kerja sama dengan pihak perbankan namun mensyaratkan pemberian Fee Based Income, sedangkan PT Jasindo memiliki kelemahan dalam sistem pengajuan pembayaran Fee Based Income.
Ia mengungkapkan, tersangka Sahata mengajak tersangka Toras Sotarduga bekerja sama untuk memberikan sejumlah dana untuk membayarkan atau menalangi terlebih dahulu kewajiban Fee Based Income dan akan dikembalikan melalui mekanisme pembayaran komisi agen termasuk dengan keuntungannya.
“Dari pembicaraan tersebut, tersangka TSP setuju untuk bekerja sama dengan tersangka SHT,” ujar Alex.
Selain itu, pertemuan tersebut juga membahas tentang pendirian suatu perusahaan agen asuransi yang hendak didirikan oleh tersangka Toras Sotarduga yang selanjutnya akan didaftarkan menjadi agen melalui Kantor Cabang S Parman.
Setelah terdaftar menjadi agen PT Jasindo, tersangka Sahata menyampaikan akan diperluas juga keagenannya di kantor-kantor cabang lainnya.
Terkait dengan pengembalian dana talangan yang telah diberikan oleh tersangka Toras Sotarduga, disepakati tersangka Toras Sotarduga akan mendapatkan bagian sebesar 10 persen dari total komisi agen yang akan dibayarkan melalui perusahaan agen asuransi yang didirikan.
Sisanya sebesar 90 persen akan diberikan kepada kantor cabang yang nantinya akan dipergunakan, salah satunya untuk kepentingan tersangka Sahata. Selanjutnya, pada 21 Februari 2017, tersangka Toras Sotarduga mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang usaha penunjang asuransi bernama PT Mitra Bina Selaras.
Akan tetapi, dalam akta pendiriannya, tersangka Toras Sotarduga tidak masuk sebagai pengurus ataupun pemegang saham. Tersangka Toras Sotarduga menggunakan para keponakannya sebagai pemegang saham dan pegawai KSP Dana Karya sebagai Direktur Utama.
Sementara, pada 22 Maret 2017, setelah mendapatkan informasi tersangka Toras Sotarduga mendirikan PT Mitra Bina Selaras, AP (selaku kepala cabang S Parman) membuat surat kepada Divisi Pemasaran Perbankan dan Keagenan perihal permohonan penunjukkan keagenan PT Mitra Bina Selaras.
Permohonan tersebut tanpa dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan pada peraturan internal PT Jasindo yang mengatur tentang tata cara penunjukkan keagenan, karena permohonan menjadi agen baru dibuat PS sebagai Direktur Utama PT Mitra Bina Selaras pada tanggal 30 Maret 2017.
Setelah ditunjuk sebagai agen, PT Mitra Bina Selaras memperluas keagenannya pada kantor cabang di bawah kewenangan supervisi Direktorat Operasi Ritel. Setelah PT Mitra Bina Selaras ditunjuk dan diperluas sebagai agen PT Jasindo, selanjutnya kepala cabang S Parman, Semarang, Makassar dan Pemuda membuat polis asuransi dengan kode akuisisi 200 (kode penggunaan agen) dengan agen PT Mitra Bina Selaras sehingga seolah-olah penutupan asuransi tersebut diperoleh atas prestasi pemasaran produk asuransi yang dilakukan oleh PT Mitra Bina Selaras.
Selanjutnya secara periodik, kantor cabang merekapitulasi seluruh penutupan asuransi yang menggunakan kode akuisisi 200 dengan agen PT Mitra Bina Selaras untuk menghitung berapa besaran komisi agen yang akan diajukan ke kantor pusat.
Data tersebut kemudian dikirimkan oleh masing-masing kantor cabang ke PT Mitra Bina Selaras untuk dibuatkan surat permohonan pembayaran dengan menambahkan kop surat dan tanda tangan sehingga seolah-olah PT Mitra Bina Selaras mengajukan pembayaran komisi agen atas prestasi yang telah dilakukan.
“Perbuatan tersangka SHT bersama-sama dengan tersangka TSP yang diduga mengambil manfaat dari pembayaran komisi agen telah menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 38 miliar,” pungkas Alex. (jpg)