Diusir, PKL Masjid Raya Sumbar Nyaris Bentrok dengan Satpol PP, Tuntut Janji Gubernur Mahyeldi hingga Kompensasi Rp 2 Juta

NYARIS BENTROK— Puluhan PKL yang biasa berjualan di Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Sumbar nyaris bentrok dengan Satpol PP gegara diusir.

PADANG, METRO–Sejumlah pedagang ka­ki lima (PKL) nyaris bentrok dengan Satpol PP saat memaksa masuk membawa dagangan mereka ke halaman Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Sumatra Barat (Sumbar), Kamis (22/8) malam.

PKL yang tergabung dalam Ikatan PKL Masjid Raya Sumbar ini bersikeras ingin berjualan di parkiran masjid yang sebelumnya tempat mereka berjualan. Terdapat 20 PKL yang menepati lokasi ini berjualan.

Pada 10 Juli lalu, PKL berhenti berjualan karena adanya surat edaran larangan lantaran dilakukan penilaian masjid percontohan tingkat nasional tahun 2024. PKL ketika itu mematuhi aturan dan membereskan dagangannya.

Perjanjian ketika itu PKL dilarang berjualan hingga pertengahan Agustus. PKL juga mendapat kompensasi selama dirumahkan, namun tak kunjung dibayar. Selain itu, sampai saat ini pedagang tetap dilarang berjualan. Padahal batas waktu sesuai surat edaran sudah lewat.

Sehingga pada Kamis malam (22/8), pedagang berupaya masuk ke halaman masjid namun dicegat Satpol PP. Aksi dorong sempat terjadi saat pedagang ingin memasukkan barang dagangannya berupaya meja.

Satpol PP tetap tidak membolehkan pedagang tersebut masuk. Adu argumentasi tak terelakkan, penegak perda mengklaim hanya menjalankan tugas. Sekretaris Ikatan PKL Mas­jid Raya Sumbar, Oktavianus menyesali tindakan Satpol PP tersebut. Padahal, pedagang hanya ingin kepastian.

“Kami ingin kepastian, hampir sebulan lebih kami dirumahkan dengan janji Rp 2 juta. Sampai sekarang realisasi belum ada. Pihak masjid janji tiga hari,” kata Oktavianus.

Ia mengungkapkan sa­at surat edaran keluar, pedagang telah mematuhi dan mengosongkan dagangan secara baik. Pedagang tidak ingin ribut-ribut.

“Kami tidak ingin juga ribut, tapi janji dia itu. Orang yang tidak bisa makan, tidak tahu dia. Kami ingin kepastian, kami ingin berjualan, kami butuh makan,” ujarnya.

Selama ini, lanjut Oktavianus, pedagang sudah berupaya untuk meminta audiensi. Bahkan sudah melayangkan surat dua kali ke Gubernur Sumbar, Mah­yeldi.

“Kami sudah berupaya, kami sudah pergi ke rumah dinas gubernur, sudah ingin audiensi, surat sudah dua kali kami kirim, tapi tidak ada itikad baiknya,” sesalnya.

“WhatsApp saya sama ajudan belum dibalas, surat audiensi kami,” sambungnya.

Oktavianus mengung­kapkan, dalam waktu dekat pedagang akan meminta audiensi ke anggota DPRD Sumbar. Mereka me­nga­du­kan nasib dan ingin berjualan kembali.

“Jadi, kami ingin, pertama surat selebaran sampai pertengahan Agustus, kan sudah selesai. Nah, kami ingin berjualan kembali, bagaimana kami makan. Tapi buktinya kami diusir kembali. Ada apa di balik ini,” ungkapnya.

“Tuntutan kami kembali berjualan, dan uang Rp 2 juta ketika dirumahkan diberikan. Kami sudah be­rutang kemana-mana. Uang itu untuk satu pedagang,” tambahnya.

Mewakili pedagang, Ok­avianus berharap kepada gubernur agar dapat memberikan kepastian. Para pedagang hanya ingin berjualan untuk mencari makan.

“Harapan kami kepada pak gubernur, ingin kepastian. Kami ingin cari makan. Selama ini, tujuh tahun kami jualan. Bapak sendiri yang mendisposisikan, kami ucapkan terima kasih ketika itu. Makanya kami bisa berjualan di sini,” pungkasnya. (brm)

Exit mobile version