Santri Junior 2 Kali Disodomi Santri Senior, Dibawa ke Pondok di Belakang Ponpes lalu Diancam, Dilaporkan ke Polisi, Korban Alami Trauma

MELAPOR— Korban bersama orang tua dan kerabatnya memberikan keterangan terkait kasus sodomi yang dialaminya saat melapor di Polresta Bukittinggi, Rabu (7/8).

AGAM,METRO–Kasus pencabulan terhadap santri laki-laki atau sodomi di lingkungan pondok pesantren kembali terjadi di Kabupaten Agam. Setelah kasus dua oknum guru yang melecehkan puluhan santri di Ponpes MTI Candung, kini santri senior menyodomi santri junior di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Kamang Magek.

Parahnya, aksi sodomi yang dilakukan oleh santri senior kelas X terhadap santri junior kelas IX itu tidak hanya terjadi satu kali saja, melainkan sudah dua kali di pondok belakang pondok pesantren. Bahkan, santri senior tersebut me­ngancam korban akan me­lakukan kekerasan fisik jika menolak kemauannya.

Namun, korban yang mengalami trauma atas kejadian itu, kemudian mem­beritahukan apa yang telah dialaminya kepada orang tuanya. Setelah men­dapat pengakuan itu, orang tua dan keluarga korban kemudian melaporkan kejadian itu ke Polresta Bukittinggi, Rabu (7/8).

Kerabat korban, Fitra­yadi Malin Parmato saat diawawancarai wartawan, menyebutkan bahwa korban telah mengalami tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh kakak tingkat kelasnya sebanyak dua kali, pada bulan Juli dan Agustus 2024.

“Korban dan pelaku sa­ma-sama sekolah di salah satu lembaga pendidikan agama (pondok pesantren) yang terletak di Kecamatan Kamang, Kabupaten Agam. Korban baru kenal dan akrab dengan pelaku,” kata Fitrayadi.

Menurut Fitrayadi, berdasarkan pengakuan korban, aksi pertama terjadi pada 19 Juli 2024. Korban diajak bolos dan makan-makan di sebuah pondok yang berada di luar asrama belakang pesantren. Di lokasi tersebut pelaku me­lakukan tindakan keke­rasan seksual.

“Jadi korban ini diajak oleh seniornya keluar dari as­rama untuk pergi makan atau membeli kue. Kemudian sampainya di lokasi, korban langsung dipaksa untuk di­lakukan tindak asu­sila hingga disodomi,” sam­bungnya.

Fitrayadi menuturkan, setelah kejadian 19 Juli, pelaku kembali melakukan aksi serupa terhadap korban pada tanggal 5 Agustus. Menuturnya, korban me­rupakan pelajar kelas IX dan pelaku satu tingkat diatas korban atau kelas X. Da­lam melakukan aksi be­jat­nya pelaku mengancam korban dengan kekerasan fisik jika menolak kemauan pelaku.

“Pelaku mengancam korban dengan berbagai bentuk kekerasan fisik, se­perti akan ditinju, atau bentuk kekerasan fisik lainnya. Berdasarkan penga­kuan korban, pelaku telah mela­kukan kekerasan seksual hingga tingkat paling berat, sodom,” tambahnya.

Fitrayadi mengakui, saat ini kondisi korban cukup baik, dan cukup terbuka untuk memberikan kete­rangan terkait kasus ini. Meskipun begitu korban trauma untuk kembali bersekolah di pondok pesantren iu.

“Korban mengaku ingin pindah, untuk saat ini pihak sekolah belum diberitahu terkait hal ini,” tutupnya.

Terpisah, Kasi Humas Polresta Bukittinggi AKP Marjohan membenarkan adanya laporan terkait dugaan tindakan kekera­san seksual yang dialami santri junior dengan terlapor santri senior.

“Benar ada laporan diduga tindak pidana perbuatan cabul, laporan ter­sebut sedang kami dalami dengan meminta keterangan saksi pelapor maupun korban terlebih dahulu,” sebutnya. (pry)

Exit mobile version