PADANG, METRO–Kasus tewasnya pelajar SMP bernama Afif Maulana (13) yang jasadnya ditemukan dengan kondisi tidak wajar di bawah jembatan Kuranji, dekat Kafe Uje BP, Jalan By Pass Km 09, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, pada Minggu (9/6) lalu, mulai menemukan titik terang.
Pasalnya, puluhan anggota Sabhara Direktorat Samapta Polda Sumbar yang mengamankan beberapa orang pelaku tawuran di sekitar jembatan Kuranji pada malam sebelum korban ditemukan tewas, diperiksa oleh Bidang Propam Polda Sumbar.
Pemeriksaan terhadap puluhan anggota Sabhara itu untuk menjawab adanya tuduhan terhadap Polisi melakukan kekerasan atau penyiksaan terhadap korban. Tuduhan itu mencuat ke publik setelah adanya pengakuan teman korban bernama Adit yang berboncengan dengan korban Afif pada malam sebelum korban ditemukan tewas.
Plh Kapolresta Padang, AKBP Ruly Indra Wijayanto, saat konferensi pers di Mapolresta Padang mengatakan, 30 anggota tersebut diperiksa oleh tim gabungan dari Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sumbar dan Polresta Padang.
“Kami masih menyelidiki terkait dugaan keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini. Benar, ada anggota Samapta (Polda Sumbar) yang diperiksa. Totalnya sebanyak 30 personel,” kata pria yang sehari-hari menjabat sebagai Waka Polresta Padang tersebut, Jumat (21/6).
Dilanjutkannya, terkait adanya keterlibatan Polisi, hingga saat ini masih dilakukan pendalaman. Pihaknya akan menyinkronkan dengan saksi lain, selain itu, dia juga mengatakan bahwa pihaknya butuh waktu untuk mengungkap kasus tersebut.
“Saat ini masih dalam proses penyelidikan. Kami masih meminta keterangan dari mereka dan akan melakukan sinkronisasi dengan keterangan puluhan saksi lainnya. Kami memohon waktu untuk mengungkap kasus ini,” tegas AKBP Ruly.
AKBP Ruly juga mengatakan bahwa pada malam tersebut pihak kepolisian juga mengamankan senjata tajam yang dibawa oleh sekelompok remaja yang diduga kuat digunakan untuk tawuran. Dia menyebut ada sebanyak 18 orang yang diamankan dan terindikasi sebagai pelaku tawuran.
“Sebelum ditemukan meninggal dunia, korban masuk dalam rombongan yang bersama-sama rekannya yang diduga akan hendak tawuran pada Minggu (9/6) dini hari sekitar pukul 03.00 WIB. Namun sudah ada senjata tajam, sehingga dengan adanya pertemuan dengan anggota kepolisian, kami melakukan upaya pencegahan. Kemudian dilakukan upaya mengamankan pelaku,” ujar AKBP Ruly.
AKBP Ruly menuturkan, dari hasil penyelidikan dan keterangan saksi, pihaknya mendapat keterangan rekan korban bernama Adit yang dibonceng korban. Dari pengakuan Adit, korban mengajak saksi untuk terjun dari jembatan.
“Ada sempat tercetus kalimat korban, mengajak saksi untuk melompat (ke jembatan Sungai Kuranji), namun ajakan tersebut menolak dan saksi memilih menyerahkan diri. Sehingga terhadap hal tersebut, sebanyak 18 orang diamankan,” sambungnya.
Dari 18 orang yang diamankan, katanya, tidak ada nama Afif Maulana. Setelah dilakukan pendalaman, dari 18 orang itu, yang terbukti membawa senjata tajam (sajam) satu orang, berinisial FF (21).
“Senjata lain berserakan dan tidak diketahui siapa pemiliknya. Kini kasus FF sedang ditangani Polsek Kuranji. 17 orang sudah dikembalikan kepada keluarga dan satu orang tengah diproses. Sementara untuk saksi yang diperiksa sebanyak 35 orang,” tuturnya.
Lanjutnya, jasad korban sudah diautopsi berdasarkan kesepakatan keluarga. Saat ini, pihaknya masih menunggu hasil autopsi dan belum bisa diketahui hasilnya dan disampaikan. “Kami akan bekerja secara profesional dan transparan dalam mengusut perkara,” ujar dia.
Pada kesempatan itu, Polisi juga menunjukkan barang bukti (BB) berupa pakaian, telepon seluler (ponsel) dan motor milik korban, enam sajam berupa klewang.
Hasil Investigasi LBH Padang Korban Disiksa Polisi
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani mengatakan, dari investigasi LBH Padang, Afif dan beberapa rekannya dituduh akan tawuran lantas mendapat banyak tindakan penyiksaan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar yang berpatroli pada Sabtu malam (8/6) hingga Minggu dini hari.
“Kasus ini harus diungkap hingga tuntas dan transparan. Polisi pelanggar HAM harus dipecat, harus diberikan hukuman, bukan dilindungi dan dipertahankan jadi anggota polisi,” kata Indira Suryani seusai mendatangi kantor Polresta Padang bersama keluarga korban, Jumat (21/6).
Menurut Indira, pihaknya sudah mendapat keterangan dari tujuh saksi yang mengalami penyiksaan. Mereka adalah lima anak seusia Afif dan dua pemuda usia 18 tahun. Terakhir kali saksi berjumpa korban Afif, yaitu di jembatan, dekat lokasi penemuan mayat korban.
“Keterangan saksi, Afif sempat dikerumuni Polisi, sempat melihat juga pemukulan terhadap Afif. Setelah itu, saksi tidak tahu lagi karena mereka juga dipukuli dan diangkut ke polsek setempat dan mendapat penyiksaan,” ujar Indira.
Indira menjelaskan, sebelum kejadian, Afif dan rekannya Adit, yang juga korban dugaan penyiksaan, sedang berboncengan di sekitar jembatan itu pada Minggu pukul 04.00. Mereka kemudian dihampiri beberapa orang, yang diduga anggota Sabhara Polda Sumbar, yang menggunakan motor dinas berjenis KLX.
“Oknum anggota Polisi itu lalu menendang sepeda motor yang dikendarai Afif dan A. Akibatnya, mereka jatuh terpelanting ke kiri jalan. Korban A ditangkap dan dibawa ke Polsek Kuranji. Korban Adit melihat korban Afif sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota Polda Sumbar yang memegang rotan. Setelah itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban,” ujar Indira.
Sementara itu, Indira mengatakan, dugaan tindak penyiksaan tidak hanya dialami almarhum Afif, tetapi juga kawan-kawannya. Di kantor Polsek Kuranji, anak-anak dan pemuda yang dituduh akan tawuran itu diduga mengalami sejumlah tindak kekerasan agar mengaku.
Menurut Indira, anak-anak dan pemuda tersebut diduga disiksa oleh oknum polisi dengan pukulan rotan, tendangan, setruman, dan sundutan rokok. Jejak tindak kekerasan itu terlihat jelas di tubuh para korban. Bahkan, salah satu saksi, menyebut, ketika penyiksaan itu, mereka diminta menelan ludah polisi dan ciuman sesama jenis.
“Ada dugaan tindak penyiksaan dan penyiksaan secara seksual terhadap anak-anak ini. Menurut kami, itu sangat kurang ajar. Apa motif mereka melakukan itu? Tindakan dugaan penyiksaan oleh oknum polisi ini tidak hanya melanggar kovenan tentang penyiksaan, tetapi perlindungan hak anak. Kami menuntut polisi menggunakan pasal-pasal tentang perlindungan anak karena dia di bawah umur. Kami juga berharap kasus ini dapat atensi dari Kapolri,” tutupnya. (brm)