Kasus Pemerkosaan Adik Kakak, Kakek, Paman dan Sepupu jadi Tersangka, 2 Anak yang Terlibat Tak Diproses Hukum, Ibu Korban Menolak Beri   Keterangan ke Polisi

Kasus pemerkosaan terhadap dua bocah adik kakak yang terjadi di kawasan Mata Air, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang.

PADANG, METRO–Kasus pemerkosaan terhadap dua bocah adik kakak yang terjadi di kawasan Mata Air, Ke­camatan Padang Sela­tan, ­Kota Padang kini men­jadi perhatian publik. Kenapa tidak, kedua bo­cah itu diperkosa oleh lima orang anggota ke­luar­­ga sedarahnya, yang terdiri  dari kakek, paman, sepupu hingga kakak kandung korban.

Setelah dilakukan pe­nang­kapan, Satreskrim Polresta Padang pun sudah menetapkan tiga tersangka yang terlibat kasus pemerkosaan sedarah tersebut. Tiga tersangka yaitu J (70) yang merupakan kakek korban, AO (23) paman korban, serta ADR (16) kakak korban.

Sedangkan dua orang yaitu RMR (11) kakak kandung korban dan GA (9) sepupu korban tidak dilakukan proses secara hukum karena masih anak di bawah umur. Apalagi, dua anak itu tidak terlibat langsung pemerkosaan dan hanya me­raba-raba atau mengelus tubuh korban, sehingga hanya ditetapkan sebagai saksi.

Kasatreskrim Polresta Padang Kompol Rico Fer­nanda mengatakan, pihaknya memproses hukum tiga orang dalam kasus pemerkosaan ini, yaitu kakek korban, paman korban dan sepupu korban. Namun, khusus untuk sepupu korban, karena dalam kategori bawah umut penanganan proses perkaranya didampingi Balai Permasyarakatan Lapas (Bapas).

“Untuk J dan AO akan dikenakan Pasal 82 Ayat (1) Jo Pasal 76E Jo Pasal 81 Ayat (1) dan Ayat (2) Jo Pasal 76D UU RI No.17 Tahun 2016, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.01 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua Atas UU No 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang,” sebut Kasatreskrim Polresta Pa­dang Kompol Rico Fernanda, Kamis (18/11).

Sementara itu untuk ADR, ungkap Rico, termasuk anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) akan dikenakan Pasal 82 Ayat (1) Jo Pasal 76E Jo Pasal 81 Ayat (1) dan Ayat (2) Jo Pasal 76D UU RI No.17 Tahun 2016, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.01 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua Atas UU No 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang Sub Pasal 1 Ayat 3 UU RI No.11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“Sedangkan dua anak yang tidak diproses hukum karena usianya di bawah 12 tahun,  akan dititipkan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) ABH Kasih Ibu Balai Gadang, Kecamatan Koto Tangah. Dua anak ini statusnya saksi,” ungkap Kompol Rico.

Dijelaskan Kompol Rico, berdasarkan pemeriksaan, tersangka J yang sudah lanjut usia ini sudah mela­kukan aksi pencabulan terhadap korban sebanyak dua kali. Begitu juga dengan paman korban AO yang juga melakukan pencabulan terhadap korban dua kali, sedangkan pelaku ADR sebanyak empat kali.

“Aksi pencabulan itu dimulai sejak awal November 2021. Para tersangka melakukan aksinya di rumah yang memang ditinggali korban bersama para tersangka. Ibu korban juga tinggal di rumah tersebut,” jelas Kompol Rico.

Ibu Kandung Korban Tolak Diperiksa

Ditambahkan Kompol Rico, pihaknya telah meminta keterangan sejumlah saksi sebanyak tujuh orang. Hanya saja, ibu kandung korban yang sudah diberikan surat pemanggilan, menolak memberikan keterangan.

“Kami sudah melakukan pemanggilan terhadap ibu korban. Tapi ibu korban menolak memberikan keterangan,” kata Kompol Rico.

Dikatakan Kompol Rico,­ alasan ibu kandung korban tidak mau memberikan keterangan lantaran tidak ingin kasus ini dilaporkan. Padahal peristiwa ini telah membuat geram warga di sekitar kediaman korban.

“Karena ibu korban ti­dak ingin melaporkan pe­ris­tiwa tersebut. Sedangkan yang melaporkan kejadian ini adalah warga atau tetangga karena tidak tega atas tindakan para tersangka kepada kedua korban,” ujarnya.

Kondisi Korban Sangat Mengkhawatirkan

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Padang Editiawarman mengatakan, kondisi kedua anak yang menjadi korban pemerkosaan dan pencabulan oleh lima orang anggota keluarga sedarahnya sendiri, saat ini mengkhawatirkan.

 “Kalau dilihat kondisi anak tadi malam, sedih kita. Kondisi anak yang jadi korban dan yang menjadi pelaku, sama-sama memprihatinkan. Mohon maaf, kami menduga mungkin anak ini kurang mendapatkan kasih sayang. Secara mental, terbentuk ke­ras,­”kata Editiawarman, Kamis (18/11).

DP3AP2KB kata Editia­war­man, saat ini masih fokus pada perlindungan terhadap kedua korban yang masih di bawah umur. Terkait kapan perbuatan itu dialami oleh kedua korban, belum mengarah sampai ke sana. Namun, sepertinya sudah berlangsung beberapa kali.

“Kita harus gali lagi, ngobrol dengan anak dan pelaku. Karena sekarang, sudah ada mental blok yang terbentuk. Maka pen­de­katan kita, tidak menggali itu kepada anak. Kita harus bertemu dulu hati dengan hati, jiwa dengan jiwa dan pikiran dengan pikiran. Supaya anak ini, merasa diperhatikan,” ujar Editiawarman.

Editiawarman menuturkan, ketika komunikasi sudah terjalin dengan baik dan si anak sudah merasa diperhatikan, maka proses selanjutnya nanti, baru menelusuri lebih dalam lagi. Secara hukum, Kepolisian juga akan menggali lagi.

“Mudah-mudahan terungkap. Nanti Polisi lah yang akan merilis itu. Hu­bungan antara kedua korban dengan ayah dan ibunya, sepertinya tidak sebagaimana idealnya da­lam sebuah keluarga. Ini­lah sebenarnya PR keumatan, PR pembangunan kemasyarakatan kita,” ujarnya.

Keluarga sebagai basis pembangunan bangsa ka­ta Editiawarman, tampaknya sekarang sudah mulai terjadi erosi komunikasi dan kasih sayang. Terkait apakah kedua anak ini akan dikembalikan ke orang tuanya, pihaknya belum bisa memastikan hal itu.

“Saat ini masih fokus pada perlindungan dan rehabilitasi terlebih dahulu. Secara psikologis anak, memang harus didekatkan kepada orang tua. Pekerjaan kami berikutnya me­nge­dukasi orang tua. Proses psikologis ini, tidak bisa ditargetkan waktunya. Ini, PR besar. Dengan banyak nya kasus terdeteksi, kami berharap kesadaran publik meningkat sehingga, pengawasan jadi aktif di ma­syarakat,” tegasnya.

Sebelumnya, Dua ka­kak beradik yang masih berusia sangat belia dicabuli oleh enam orang secara bergantian dengan waktu yang berbeda. Mirisnya, para pelaku pencabulan itu merupakan orang terdekat korban yaitu, kakek, paman, kakak kandung, kakak sepupu hingga tetangga korban.

Kasus pencabulan yang­ menimpa Bunga dan Ma­war (nama samaran-red) yang masih berumur 9 dan 5 tahun ini terjadi di rumah korban kawasan Mata Air, Kecamatan Pa­dang Selatan. Yang lebih parah lagi, kakak beradik itu sudah dicabuli berulang kali dan digilir dari hari ke hari.

Namun, karena terus-terusan dijadikan sebagai pelampiasan nafsu oleh keluarga dan tetangganya, kedua korban pun menjadi sangat takut pulang ke rumah. Bahkan, kedua korban berusaha mencari perlindungan dengan tetangganya yang lain, hingga akhirnya penderitaan kedua bo­cah itu terbongkar.

Mendengar pengakuan kedua bocah itu, tetangganya pun merasa kasihan dan iba, hingga melaporkannya kepada Ketua RT setempat. Setelah itu, dilaporkanlah ke Unit PPA Satreskrim Polresta Pa­dang. Tak butuh waktu la­ma, kakek, paman, kakak kan­dung korban, kakak se­pupu berhasil ditangkap. (rom)

Exit mobile version