JAKARTA, METRO–Partai Golongan Karya (Golkar) tengah diguncang “tsunami” politik. Minggu (11/8) secara mengejutkan Airlangga Hartarto mengundurkan diri dari jabatan ketua umum DPP Partai Golkar.
Pengunduran diri tersebut disampaikan Airlangga dalam keterangan video resmi dari DPP Partai Golkar. Dalam video itu, menteri koordinator bidang perekonomian tersebut menyatakan, pengunduran diri itu terhitung sejak Sabtu (10/8) malam. Airlangga tidak secara jelas menyebutkan alasan pengunduran dirinya.
Ketum Golkar sejak 2017 itu hanya mengatakan bahwa pengunduran diri tersebut dilakukan untuk menjaga keutuhan Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan terjadi dalam waktu dekat. Yakni dari pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin beralih ke pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Semua proses ini (pengunduran diri, Red) dilakukan dengan damai, tertib, dan menjunjung tinggi marwah Partai Golkar,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Jawa Pos.
Airlangga berpesan kepada seluruh pihak agar terus mengawal demokrasi. Dia juga menegaskan bahwa Golkar telah menjadi kekuatan terdepan demokrasi Indonesia. “Selama 60 tahun kita telah membuktikan semua itu,” terangnya.
Airlangga juga menyampaikan raihan Golkar di Pemilu 2024. Golkar telah meraih 102 kursi DPR. Perolehan kursi itu naik 17 kursi dibanding Pileg 2019 lalu (85 kursi). Selain kursi Senayan, Airlangga juga menyebut Golkar telah berhasil merebut ratusan, bahkan ribuan, kursi parlemen di berbagai tingkatan. Mulai DPRD kabupaten/kota hingga DPRD provinsi.
Bukan hanya itu, Airlangga juga menyinggung kontribusi Golkar dalam memenangkan pasangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 lalu. “Mereka (Prabowo-Gibran) akan melanjutkan kepemimpinan negara sebagai presiden dan wakil presiden periode 2024–2029,” ungkapnya.
Pengunduran diri Airlangga yang terbilang mendadak itu memunculkan berbagai spekulasi. Salah satunya keretakan di internal Golkar. Sebelumnya beberapa tokoh Golkar telah mengusulkan gelaran musyawarah nasional (munas) dipercepat, yakni dari Desember menjadi akhir bulan ini. Munas merupakan forum tertinggi Golkar untuk proses pemilihan ketua umum.
Tahun lalu pun sempat muncul usulan menggelar munas luar biasa (munaslub) dari politikus senior Golkar Ridwan Hisjam. Ridwan menyebutkan, Airlangga tidak melaksanakan paradigma baru Golkar.
“Kalau Airlangga mengundurkan diri sekarang itu saya anggap terlambat. Karena sudah saya minta mengundurkan diri sejak Juli tahun lalu,” ungkap Ridwan kepada Jawa Pos.
Ridwan menjelaskan, pascareformasi, Golkar telah berubah menjadi partai yang reformis dengan paradigma baru yang dibangun Akbar Tandjung. Yakni partai yang terbuka, demokratis, modern, dan mengedepankan suara dari bawah ke atas.
Namun, menurut Ridwan, paradigma baru itu tidak dijalankan Airlangga. “Partai ini (Golkar) dikelola dengan caranya Pak Airlangga sendiri,” ungkapnya.
Manajemen yang tertutup dan tidak mandiri, lanjut Ridwan, merupakan beberapa cara yang digunakan Airlangga dalam mengelola Golkar. “Akhirnya dia tergulung dengan apa yang dia kerjakan,” imbuhnya. Menurut Ridwan, apa yang dikerjakan Airlangga selama ini bukan hanya tidak melaksanakan paradigma baru Golkar, tapi justru menyimpang dari paradigma baru.
Disinggung adanya dorongan eksternal partai yang meminta Airlangga mundur, Ridwan menyatakan bahwa sesuai paradigma baru, Golkar merupakan partai terbuka dan demokratis. Sehingga proses pemilihan ketua umum harus dilakukan secara terbuka dan demokratis. “Meskipun orang dalam maupun orang luar, selama dia kader Golkar ya diperbolehkan (jadi ketua umum Golkar, Red),” ujarnya.