Oleh : Tommy TRD
Pada banyak kesempatan ditemui begitu banyak protes, komplain dan ungkapan tidak puas dari masyarakat terhadap penanganan wabah Covid-19 dari pemerintah. Tidak ada yang salah dengan hal itu, karena memang masyarakat atau rakyat memiliki hak untuk mengkritisi pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah sendiri tentu sudah berusaha melakukan hal terbaik yang mereka “bisa” atau yang mereka mau. Namun standar bisa atau kemauan pemerintah ini memang tergantung kepada orang-orang yang menjalankan pemerintahan itu sendiri. Sistem pemerintahan mungkin bisa sama bentuknya dengan negara atau daerah lain, tapi kebijakan yang dihasilkan bisa jadi berbeda, apalagi pelaksanaannya di lapangan, bisa berbeda lebih jauh lagi.
Sebagai contoh Taiwan juga negara republik, sama seperti Indonesia. Sama-sama dipimpin Presiden, mereka Tsai Ing Wen, Indonesia Joko Widodo. Tapi kebijakan mengatasi Covid-19 nya beda. Aplikasinya di tengah masyarakat pun juga beda, dan sudah tentu hasilnya pun berbeda.
Namun satu hal yang pasti, hampir tidak ada pemerintah negara manapun saat ini yang siap untuk menghadapi pan-demi seperti Covid-19 ini. Karena kali terakhir wabah penyakit yang menyerupai Covid-19 ini menyerang manusia adalah 100 tahun yang lalu dalam bentuk wabah flu spanyol, yang menginfeksi lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia. Hampir dapat dipastikan, belum ada orang-orang yang menjalankan pemerintahan di berbagai negara saat ini ketika itu. Mereka belum lahir.
Artinya ini adalah pengalaman pertama setiap pemerintahan saat ini dalam menghadapi pandemi penyakit seperti Covid-19, dan wabah ini seperti hampir tidak meninggalkan satu negara pun. AS yang selalu dianggap negara nomor 1 di dunia pun luluh lantak. Italia yang dianggap memiliki salah satu sistem terbaik di Eropa pun kandas. Singapore yang terkenal dengan kedispilinan tingkat tinggi pun kebobolan. Apalagi bagi negara-negara berkembang yang sistem kesehatannya masih dalam status mengejar ketertinggalan, wallahu alam.
Memang sempat ada flu burung yang muncul pada 2005 di Indonesia, tapi pandemi itu tidak seperkasa Covid-19 dalam penyebarannya. Juga ada ebola pada tahun 2014 di benua Afrika, tapi lagi-lagi penyebarannya tidaklah seganas Covid-19 yang kita hadapi saat ini. Alhasil kasus pandemi yang menyerupai Covid-19 ini baru bisa ditemukan ketika kita memundurkan waktu ke periode 100 tahun yang lalu. Log book di dunia medis tentu tersimpan rapi, walau sejak 100 tahun yang lalu. Namun walaupun secara teoritis mereka memiliki referensi terhadap wabah, ketika hal itu sudah di depan mata kepala sendiri terkadang referensi yang dimiliki pun tidak selalu dan sepenuhnya relevan.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan melihat kegagapan pemerintah di berbagai tingkatan ketika menghadapi Covid-19 dan disaat yang sama juga harus menghadapi publik.
Perubahan kebijakan yang tiap sebentar, bantah-bantahan antar lembaga negara atau kementerian, kebingungan terkait anggaran yang dibutuhkan dalam mengatasi pandemi, dan mungkin beberapa hal lainnya. Di pemerintah daerah misalnya, tidak banyak yang siap pada aspek medisnya. Juga banyak yang kelabakan pada aspek anggaran, bahkan kabarnya ada pemerintah kota yang sampai melakukan pemotongan gaji aparaturnya, karena sudah kehabisan akal dalam membiayai kampanye penanggulangan wabah Covid-19.
Sebagai catatan, pemerintah yang diisi oleh orang-orang yang paling berkompeten sekalipun pasti akan kesulitan menghadapi situasi seperti saat ini, karena memang mereka belum memiliki pengalaman nyata di lapangan sebelumnya. Tapi minimal kecerdasan dan good will yang mereka miliki akan memberikan bantuan yang diperlukan. Lain hal jika pemerintahan itu diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten. Maka handicap nya semakin lengkap. Tanpa pengalaman, tanpa kecerdasan, tanpa niat baik. Maka Hasbunallah Wa Ni’mal Wakiil adalah kalimat yang paling tepat untuk diucapkan dan diyakini bagi anda yang muslim.
Sebagai masyarakat, sebagai rakyat, wajar kita berharap banyak kepada pemerintah. Tapi seperti yang sudah diulas di atas tadi, bisa jadi mereka pun tidak lebih “ahli” dibanding kita dalam menghadapi ini. Memang mereka punya otoritas, punya anggaran, punya alat, sarana dan kelembagaan yang mendukung. Namun patut diingat satu peti peluru di tangan seorang hansip tidak akan menghasilkan apa-apa dibandingkan 1 peluru di tangan seorang prajurit khusus.
Terakhir, kita mungkin tidak punya apa-apa. Kehebatan pemerintah pun mungkin tidak berbanding lurus dengan mewahnya fasilitas yang mereka terima. Tapi tuhan tidak memberikan cobaan lebih dari yang kita mampu, dan tentu saja, Hasbunallah Wa Ni’mal Wakiil.(*)