BUKITTINGGI, METRO–Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia libatkan 300 orang mahasiswa dari Perguruan Tinggi di Kota Bukittinggi mengikuti Sosialisasi Kelembagaan dan Organisasi Pengawas Pemilu bagi stakeholder di meeting room The Balcone Suites & Resort, Selasa (8/10).
Ratusan mahasiswa itu dihadirkan dalam kegiatan ini ditujukan agar mereka mengetahui dan memahami sebenarnya apa itu keorganisasian dari lembaga penyelenggara pemilu yakni Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Hal demikian disampaikan salah seorang narasumber Sosialisasi Kelembagaan dan Organisasi Pengawas Pemilu bagi stakeholder yang diselenggarakan Bawaslu Republik Indonesia Fence Bawengan.
Menurut Fence Bawengan, Bawaslu memperkenalkan dirinya kepada para mahasiswa dari Kota Bukittinggi atau organisasi kemahasiswaan, dikarenakan sejak Undang-Undang Pemilu pertama di tahun 2007, Undang –Undang Nomor 22 tahun 2007, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2015, Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017, maka Bawaslu mengalami sedikit pergeseran luar biasa yang diamanatkan oleh Undang-Undang (UU).
“Masih ada juga yang salah dalam menyebut Bawaslu, Bawaslu itu adalah Badan Pengawas Pemilu. Saat ini Bawaslu melakukan pengawasan terhadap tahapan Pemilu kepala daerah. Nah, bagaimana sekarang Bawaslu memperkenalkan dirinya,” ucapnya
Pergeseran itu terbukti dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sekarang dapat melaksanakan Sidang Ajudikasi, begitu juga dengan proses penanganan pelanggaran administrasi dan pidana.
Ia menilai konteks itu yang masih belum banyak diketahui dan dipahami oleh public, begitu halnya bagi para mahasiswa. Ketika ada pelanggaran pemilu, maka asumsi masyarakat hal tersebut menjadi urusan Bawaslu dan langsung diproses, padahal sesuai regulasi dan perundang-undangan yang berlaku terhadap keorganisasian Bawaslu terdapat sejumlah proses yang perlu ditindaklanjuti.
Disaat ada laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran pemilu, maka Bawaslu akan melakukan penelitian dan kajian, apakah laporan masyarakat itu memenuhi syarat formil dan materil.
“Secara terpenuhi syarat formil dan materil, maka laporan itu dapat diproses,” katanya
Akademisi Universitas Widuri Jakarta ini menambahkan di dalam organisasi Bawaslu terdapat Sentra Penegakan Hukum Terpadu (GAKKUMDU), dimana terdapat unsur kepolisian, kejaksaan dan sejumlah unsur lain.
“Nah, ketika satu sisi syarat formil atau syarat materiil tidak ada, maka Bawaslu sangat susah untuk memproses dugaan pelanggaran pemilu, dikarenakan percuma Bawaslu membawa ke ranah polisi, lantas ditolak oleh polisi. Nah, oleh karena itu bagaimana Bawaslu ingin syarat formil dan materil itu terpenuhi,” sebutnya
Pria asal Manado yang pernah menjadi Tenaga Ahli di Bawaslu Republik Indonesia (2022-2023) ini menyebutkan dugaan pelanggaran Pemilu seperti halnya sekarang masih berproses tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2024 yang dihadapkan dengan keberadaan Alat Peraga Kampanye (APK).
Masyarakat, termasuk para mahasiswa harus mengetahui dan memahami larangan pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) itu seperti di sejumlah Fasilitas Umum (Fasum) yang diatur sesuai regulasi pemilu.
Masyarakat harus menyadari bahwa laporan dugaan pelanggaraan pemilu yang teregistrasi di Bawaslu menjadi temuan, selanjutnya Bawaslu akan mendata Alat Peraga Kampanye (APK) yang diduga melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku , kemudian Bawaslu memproses Alat Peraga Kampanye (APK) yang terbukti melanggar aturan dengan dikeluarkannya rekomendasi kepada pemerintah untuk melakukan penertiban melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
“Karena regulasi perundang-undangan pengawasan pemilu, Bawaslu tidak bisa menertibkan Alat Peraga Kampanye itu secara paksa, karena nanti Bawaslu akan dilaporkan ke polisi dilatarbelakangi alasan perusakan, jadi Bawaslu hanya mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah melalui Satpol PP, nanti Satpol PP bersama pengawas pemilu yang turun untuk penertiban APK.
Dalam pengawasan pelaksanaan pesta demokrasi tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada Bawaslu, dikarenakan terbatasnya jumlah personil lembaga ini, sehingga tagline Bawaslu “Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”, maka Badan Pengawas Pemilihan Umum mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersama –sama melakukan pengawasan pemilu.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Bukittinggi Ruzi Haryadi mengatakan sosialisasi yang diselenggarakan oleh Bawaslu RI ini memberikan pemahaman dan literasi bagi mahasiswa tentang keorganisasian dan perannya agar diketahui oleh masyarakat.
Narasumber kegiatan sosialisasi ini menyampaikan materi tentang etika pengawas pemilu, kode etik pengawas pemilu, peran serta pengawas dalam peningkatan demokrasi di Indonesia (Pemilu/Pemilukada).
“Tadi ada narasumber yang menyampaikan materi tentang etika pengawas pemilu, kode etik yang harus dipatuhi oleh penyelenggara pemilu, kemudian peran serta pengawas dalam peningkatan demokrasi di Indonesia,” tuturnya
Sosialisasi kelembagaan dan organisasi pengawas pemilu ini juga memberikan umpan balik bagi Bawaslu untuk mengetahui sejauh mana kinerja lembaga untuk ditingkatkan ke arah yang lebih baik.
Diketahui, Sosialisasi organisasi pengawas pemilu bagi stakeholder yang diselenggarakan Bawaslu RI ini menghadirkan empat narasumber yakni Heru Permana Putra ( urgensi pelibatan perguruan tinggi dalam upaya optimalisasi kerja kelembagaan Bawaslu), Robby Putra (etika pengawas pemilu dalam kebutuhan penguatan organisasi pengawas pemilu), Fence Bawengan ( tata kerja pola hubungan pengawas pemilu), dan Allen Manongko (pembinaan aparatur pengawas pemilu; tantangan dan urgensi dalam rangka kebutuhan penguatan kelembagaan).
Bawaslu Republik Indonesia sejak bulan Mei 2024 lalu hingga sekarang masih massif melaksanakan kegiatan sosialisasi pengawasan pemilu dengan melibatkan stakeholder seperti para mahasiswa. Sosialisasi itu dilaksanakan di seluruh wilayah di penjuru tanah air. Di Sumatera Barat terdapat 2 lokasi yang dipilih Bawaslu RI melaksanakan kegiatan ini yakni di Bukittinggi (8/10) dan di Kota Padang (10/10). (pry)