JAKARTA, METRO–Pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari yang menyebut caleg terpilih tak perlu mundur untuk maju pilkada menuai kritik. Hal itu dinilai sebagai upaya mengakali hukum, yakni mengakomodasi caleg yang ikut pilkada dan kalah agar tetap bisa dilantik sebagai anggota legislatif.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan, memang ada pertimbangan Putusan MK 12/2024 yang mempersyaratkan caleg terpilih yang maju pilkada membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri setelah dilantik sebagai legislator. Namun, jika melihat jadwal, waktu pelantikan adalah 1 Oktober 2024 atau sebelum coblosan pilkada yang berlangsung November. Artinya, di tengah tahapan pilkada yang berjalan, status mereka telah menjadi anggota DPR.
Sesuai UU Pilkada, anggota DPR harus mundur. Kalaupun dibuka ruang pelantikan mereka diundur menunggu hasil pilkada, Titi menilai itu pelanggaran. “Ini bertentangan dengan putusan MK kalau terhadap calon anggota DPR dan DPD terpilih hasil Pileg 2024 dilakukan pelantikan susulan dengan alasan mereka sedang maju atau ikut pilkada,” ujarnya kemarin (11/5).
Titi mengingatkan, Undang-Undang MD3 mengatur bahwa pelantikan anggota DPR dilakukan bersama-sama dan terjadwal dilakukan pada 1 Oktober 2024. Kalaupun Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2024 mengatur ada mekanisme pelantikan susulan, itu hanya dilakukan jika calon anggota DPR/DPD/DPRD terpilih menjadi tersangka tindak pidana. “Kalau sampai caleg terpilih Pemilu DPR dan DPD 2024 bisa dilantik menyusul karena alasan maju pilkada, hal itu inkonstitusional,” tegasnya.
Jangan sampai, lanjut Titi, pernyataan KPU yang terkesan menguntungkan elite politik itu merupakan pesanan. Khususnya dari caleg terpilih yang hendak maju pilkada, tapi tetap mau mengamankan kursi DPR dan DPD apabila kalah dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. “Artinya, kita telah memanipulasi dan merekayasa hukum untuk kepentingan pribadi segelintir orang,” cetusnya.
Lagi pula, imbuh Titi, salah satu esensi pemilu serentak adalah adanya keserentakan tahapan pemilu, termasuk untuk pelantikan. Kalau kemudian pelantikan dilakukan tidak serentak karena kepentingan maju pilkada, jelas itu merupakan pelanggaran atas konsep keserentakan pemilu. “Pemungutan suara susulan saja ada kriterianya dan itu semua menyangkut hal-hal darurat atau luar biasa. Tentu untuk pelantikan juga berlaku logika dan argumentasi yang sama,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menepis argumentasi tersebut. Dia menekankan bahwa sesuai amar pertimbangan MK, caleg terpilih yang maju pilkada baru wajib mundur setelah dilantik sebagai anggota DPR. Adapun waktu pelantikan, tidak ada aturan yang harus serentak. “Tidak ada larangan dilantik belakangan setelah kalah dalam pilkada,” ujarnya.
Hasyim mengakui, memang akhir masa jabatan DPR 1 Oktober 2024. Namun, secara administrasi, caleg merupakan kader partai. Bila partai politik menyampaikan surat yang menginformasikan bahwa calon terpilih belum dapat hadir dalam pelantikan, pengucapan sumpah tidak bisa dilaksanakan.
“Bila ada calon terpilih belum dilantik, statusnya masih calon terpilih sampai dengan yang bersangkutan dilantik,” jelasnya. Namun, jika caleg terpilih ikut pelantikan 1 Oktober 2024, Hasyim menegaskan, yang bersangkutan wajib mundur jika ingin melanjutkan kontestasi pilkada. (jpg)