Presiden Pilihan Sumbar

image description

Oleh: Reviandi

Sumatra Barat (Sumbar) bukanlah daerah yang besar, punya pemilih yang banyak, dan tidak terlalu berpengaruh dalam elektoral nasional. Karena, dengan potensi pemilih pada Pemilu 2024 hanya 3.713.095, tentu tidak akan berpengaruh besar terhadap Pemilihan Presiden (Pilpres) yang calon pemilihnya mencapai 190.022.169 secara nasional. Tidak seujung-ujung kukunya.

Mungkin karena itu pulalah, sejak Pilpres langsung 2004 dimulai, calon Presiden yang “terpilih” di Sumbar jarang menjadi pemenang secara nasional. Banyak spekulasi terkait hal ini, kebanyakan menyebut, apa yang dipilih orang Sumbar, berbeda dengan nasional karena perbedaan prinsip dan latar belakang sejarah perjuangan.

Di Sumbar, seorang calon harus dilihat dari tokoh, takah dan tokenya. Artinya, ketokohan yang lebih baik dari calon-calon lainnya. Takah, atau gaya, style, fisik, kegagahan dan lainnya juga harus lebih baik dari lawan. Sementara toke, atau dapat disebut saudagar, punya uang, punya dana dan sejenisnya.

Padahal, tokoh, takah dan toke itu tak ubahnya seperti bibit, bebet dan bobot yang dikenal di Jawa. Bibit adalah asal usul atau garis keturunan, bobot kualitas diri dan bebet adalah penampilan diri. Jadi, cara orang Sumbar memilih Presiden dengan kebanyakan nasional sebenarnya sama. Tapi kenapa hasil nasional berbeda dengan Sumbar? Ini menarik untuk dikaji.

Sekarang, kita coba melihat, siapa Presiden pilihan masyarakat Sumbar sejak 2004. Pada putaran pertama Pilpres 2004, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo yang diusung PAN menjadi pemenang dengan meraih suara 741.811 (36,19). Disusul Wiranto-Salahuddin Wahid yang diusung Golkar dengan 610.847 suara (27,8 persen).

Sementara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK) usungan Demokrat, PKS, PBB yang akhirnya keluar sebagai pemenang, hanya meraih 518.648 suara (25,3 persen). Disusul Megawati-Hasyim Muzadi yang didukung PDI Perjuangan dengan 121.254 suara (5,9 persen). Paling buncit, jagoan PPP, Hamzah Haz-Agum Gumelar dengan suara 57.228 (2,79 persen). Total suara saat itu 2.049.788.

Dengan gagalnya Amien Rais melaju ke putaran kedua, tentu jagoan Sumbar harus berganti. PAN yang identik dengan Amien Rais pun merapat ke SBY-JK. Akhirnya, hasil putaran kedua yang diumumkan KPU Sumbar 20 September 2004 SBY-JK mendapatkan 1.585.796 suara atau 83,77 persen. Sementara, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi mendapatkan suara 307.196 atau 16,23 persen.

2004 itu, SBY-JK bisa mengobati kerinduan orang Sumbar akan lahirnya pemimpin yang dekat dengan Minangkabau. Karena, JK, adalah sumando orang Tanahdatar, Sumatra Barat. Dia mempersunting Mufidah Mi’ad Saad, putri dari H. Buya Mi’ad dan Sitti Baheram, pasangan perantau Minang asal Lintau Buo, Tanahdatar.

Sayang, pada Pilpres 2009, orang Minang lebih sayang kepada SBY ketimbang rang sumando sendiri. Karena, pada tahun ini, Sumbar benar-benar tepat memilih calon Presidennya. Karena, SBY-Boediono meraih 828.155 suara atau 79,91 persen. Sementara JK-Wiranto hanya mendapatkan  324.336 suara (14,2 persen), sementara  Mega-Prabowo 134.662 suara (5,9 persen).

SBY pun menang secara nasional dan begitu “mesra” dengan Sumbar. Sampai-sampai, SBY mengangkat Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi sebagai Menteri Dalam Negeri. Dia juga memberikan banyak pembangunan yang berarti, seperti Fly Over Kelok Sembilan, Masjid Raya Sumbar dan lainnya. Bahkan, SBY kerap datang dan bermalam di Sumbar. Pernah di Bukittinggi, ada juga di puncak Indarung, gedung PT Semen Padang.

Setelah era 2009, Sumbar sepertinya tidak lagi berjodoh dengan pusat. Karena, yang didukung pada 2014, kalah secara nasional. Prabowo Subianto-Hatta Rajasa meanng telak di Sumbar dengan 1.797.505 suara atau 76,9 persen. Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya memperoleh 539.308 suara atau 23,1 persen. Kemenangan telak “Presiden” Sumbar itu tidak diikuti secara nasional. Karena Jokowi-JK yang menang dan dilantik.

Kemenangan telak Prabowo ini sepertinya kembali kepada cara pemilihan Sumbar, tokoh, takah dan toke. Ketua Umum Gerindra itu dinilai sosok yang tepat menjalankan roda pemerintahan Indonesia, menggantikan SBY yang juga seorang tantara. Namun sayang, pilihan itu bertolak belakang dengan pilihan kebanyakan masyarakat nasional.

Pada Pilpres 2019, ternyata Sumbar tak mengubah pilihannya. Rematch Prabowo vs Jokowi dengan wakil yang berbeda, ternyata malah membuat Prabowo semakin menggila di Sumbar.  Prabowo-Sandi menang mutlak dengan 2.488.733  atau 85,95% sedangkan Jokowi-Ma’ruf 407.761 suara atau 14,05%. Namun, Jokowi kembali menang secara nasional dan dilantik menjadi Presiden. Sumbar harus merelakan Presiden pilihan mereka kalah, meski masuk kabinet dan menjadi Menteri Pertahanan.

Jelang Pilpres 2024 ini Sumbar sebenarnya menarik. Karena, ada yang menduga pilihan masyarakat Sumbar akan beralih. Tapi, beberapa survei yang dipublikasikan atau tidak, Prabowo Subianto masih tetap menempati posisi pertama, meski tidak sedominan 2014 dan 2019. Ada yang berbendapat, itu karena pada survei kali ini, nama Prabowo diadu dengan banyak calon, bukan satu calon seperti dua kali Pilpres sebelumnya.

Prabowo, dianggap masih Capres harapan Sumbar yang benar-benar memenuhi kriteria tokoh, takah dan toke. Bahkan juga bibit, bebet dan bobot. Apalagi, dari survei terakhir, Gerindra tetap menjadi partai pilihan Sumbar dengan persentase mencapai 30 persenan. Jauh meninggalkan partai-partai lain seperti PKS, Demokrat, PAN, NasDem dan lainnya.

Nama yang disebut-sebut bisa mengganggu kedigdayaan Prabowo di Sumbar kemungkinan Anies Baswedan yang akan diusung Partai NasDem. Sayang, sampai hari ini belum ada kepastian koalisi antara NasDem dengan PKS dan Demokrat. Begitu juga dengan pasangan Anies Baswedan, apakah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Demokrat atau Ahmad Heryawan (Aher) dari PKS.

Namun, meski sempat dideklarasikan sejumlah pendu­kungnya di Sumbar, Ganjar Pranowo sepertinya kurang men­da­patkan tempat di Sumbar. Apakah ada hubunganya dengan par­tai yang mengusungnya, PDIP atau tidak masuk dalam kri­teria tokoh, takah dan toke, yang jelas Ganjar hanya menghuni po­sisi tiga di Sumbar. Angkanya juga jauh dari Prabowo dan Anies.

Jadi, kembali kepada apa yang beredar di pusat, apakah Sumbar akan memilih Prabowo, Anies atau Ganjar, sejatinya tidak akan terlalu berpengaruh. Karena itu tadi, jumlah pemilih Sumbar belum sekuku-kukunya nasional. Beda dengan Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah yang mencapai 20 jutaan pemilih.

Tapi, setidaknya, Sumbar punya sikap, siapa yang mereka inginkan untuk memimpin negeri ini, meski belum tahu menang atau kalahnya. Yang jelas, saat ini hanya tiga nama besar itu yang kemungkinan akan bertarung. Gusdur pernah mengata­kan “Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Me­rendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya.” Jadi, bagi warga Sumbar, pilihlah Pre­siden yang bisa memuliakan manusia, meski tidak dipilih oleh mayoritas anak negeri. (Wartawan Sumbar)

Exit mobile version