SOLOK, METRO–Gagal panen (puso) yang dialami masyarakat petani di Kabupaten Solok belakangan ini, ternyata memicu melonjaknya harga bahan pangan. Harga Beras melambung. Kondisi tersebut memaksa Pemkab Solok menggelar operasi pasar di sejumlah pasar tradisional dengan menyediakan beras murah bagi masyarakat.
Kepala Bagian Perekonomian pada Setdakab Solok, Herman Tias mengatakan, beras bulog dibagikan per kecamatan sebanyak 2,5 ton dan akan dijual di pasar tradisional. Beras asal negara Vietnam ini dijual dengan harga lebih murah dengan harapan dapat mengendalikan harga kebutuhan pangan di tengah masyarakat.
”Beras bulog ini perdana dipasarkan di Kecamatan IX Koto Sungai Lasi yakni di pasar Sungai Lasi pada 18 Februari 2016 dan akan dilanjutkan di pasar tradisional di Kecamatan Danau Kembar,” ujarnya, kemarin.
Belakangan ini bahkan beberapa kali masa panen, masyarakat petani di daerah Kabupaten Solok mengalami gagal panen. Selain faktor alam seperti musim kemarau serta banjir, serangan hama tikus telah membuat masyarakat petani merugi.
Meski cukup lama dikeluhkan oleh masyarakat petani terutama dalam menghadapi serangan hama tikus, namun pemerintahan daerah Kabupaten Solok melalui dinas pertanian tidak mampu menekan dan mengatasi serangan hama tikus.
Padahal, para pejabat di Pemkab Solok menyadari betul bahwa sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidup di sektor pertanian. Seharusnya sektor pertanian menjadi sektor unggulan yang mendapat perhatian serius dari pemerintahan daerah.
Menurut Hendri Dunand, anggota DPRD Kabupaten Solok, seharusnya pemerintahan daerah Kabupaten Solok memberikan perhatian serius di sektor pertanian. Selain menjadi sumber pencarian sebagian besar masyarakat, sektor pertanian juga merupakan potensi daerah Kabupaten Solok.
Namun kenyataannya lanjut Hendri Dunand, masyarakat petani cukup lama terpuruk karena mengalami gagal panen. Kalau hanya menggelar operasi pasar, kebijakan tersebut hanya mengatasi dan membantu masyarakat untuk mendapatkan beras dengan harga murah.
”Bagaimana dengan nasib para petani yang secara ekonomi terpuruk lantaran beberapa kali musim panen mengalami kegagalan lantaran serangan hama tikus,” ujar Hendri Dunand mempertanyakan keberpihakan kebijakan pemerintah daerah terhadap masyarakat petani.
Kalau hitung-hitung nasib lanjutnya, memang tidak ada yang perlu dipersalahkan dengan kondisi tersebut dan ýcukup hanya dengan mencari “kambing hitam” yakni tikus sebagai penyebabnya. Namun demikian yang dipertanyakan adalah langkah kebijakan pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut agar masyarakat petani tidak terus menderita kerugian akibat gagal panen.
Sebagai dampak dari gagal panen yang terjadi di daerah Kabupaten Solok yang tidak kunjung dapat teratasi, telah membuat harga beras di daerah yang digadang-gadangkan sebagai daerah lumbung beras ini melonjak dan membuat masyarakat menjerit.
Seharusnya dengan melonjaknya harga beras, membawa keuntungan bagi masyarakat petani di daerah ini. Namun kenyataannya, masyarakat petani tetap terpuruk secara ekonomi. Sementara beras yang beredar di pasaran justru beras dari luar daerah, bahkan dari luar negeri seperti yang dipasarkan melalui operasi pasar di sejumlah pasar tradisional.
Untuk harga beras di pasaran saat ini, dijual dengan harga Rp13 ribu hingga Rp14 ribu per liter. Harga ini tidak terjangkau oleh masyarakat, sehingga masyarakat terpaksa mencari beras dengan harga murah meski kualitas rendah.
Melalui operasi pasar yang digelar Pemkab Solok bekerja sama dengan bulog setempat, mendistribusikan beras bulog dengan harga Rp8.400 per kg atau Rp6.700 per liternya di sejumlah pasar tradisional. Diharapkan dengan operasi pasar ini, akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan beras dengan harga terjangkau. (vko)