Gagal Panen Sebabkan Padi Langka, Harga Beras Melambung

MENJEMUR PADI— Petani sedang menjemur padi di tempat penggilingan padi.

SUDIRMAN, METRO–Berkurangnya pasokan gabah/padi dari petani ke Heuler atau penggilingan padi di  Kota Payakumbuh berdampak pada naiknya harga jual beras ditingkat heler, jika biasanya harga jual hanya mencapai Rp. 140 ribu per 10 kilogram, kini harga naik hingga Rp. 160 ribu. Tidak saja berdampak terhadap kenaikan harga jual beras, namun juga kepada aktivitas penggilingan padi.

Jika biasanya penggili­ngan padi dilakukan tiap hari dan stok cukup banyak, saat ini kondisi stok beras di gu­dang terbatas, sehingga penggilingan hanya dilakukan satu kali dalam tiga hari, itupun jika terdapat padi yang kering atau ada pasokan dari petani. Kondisi ter­sebut telah terjadi sejak beberapa pekan terakhir a­kibat hasil panen yang gagal akibat hama tikus serta kurang subur akibat kurangnya pemupukan akibat harga pupuk yang mahal.

Hal itu diungkapkan Das­wandi, Pemilik Heler di Kelurahan Tanjung Pauah Kecamatan Payakumbuh Barat. Bahkan stok padi/gabah yang ada saat ini hanya mencapai 3 ton, sementara sebelumnya mencapai 600 ton.

“Saat ini karena padi/gabah langka, harga jual beras naik. Biasanya Rp. 140 ribu, kini naik jadi Rp. 160 per 10 kilogramnya untuk jenis Anak Daro. Penyebabnya karena padi yang gagal pa­nen akibat hama tikus serta kurang suburnya padi akibat kurangnya pemupukan karena harga pupuk yang mahal,” ucapnya, Rabu (13/9).

Ia juga menambahkan, dampak dari berkurangnya pasokan padi, saat ini penggilingan hanya dilakukan satu kali dalam tiga hari, sementara saat normal penggilingan dilakukan tiap hari.  “Kondisi ini telah terjadi sejak sebulan terakhir, stok padi kita biasanya mencapai 100 hingga 600 ton, namum saat ini bisa dikatakan tidak ada, gudang kita kosong,” tambahnya.

Biasanya pasokan padi/gabah di heler miliknya berasal dari Petani lokal atau daerah sekitar, Lintau, Sijunjung dan daerah lainnya. “Untuk pasokan padi/gabah biasanya dari petani lokal atau daerah sekitar, Lintau, Sijunjung dan daerah lainnya,” tutup Daswandi.

Pedagang Kurangi Pe­ngiriman

Mahalnya harga beras akibat gabah/padi yang langka tidak saja dirasakan dampaknya oleh pemilik heler, namun juga oleh pedagang (tukang kampas.red) yang biasanya menjual/mengirim beras ke sejumlah daerah di Provinsi Riau.  Jika biasanya mengirim sampai 100 karung beras ukuran 10 kilogram, namun saat ini jauh ber­kurang, bahkan lebih dari 70 persen.

“ Karena beras mahal kita kurangi pengiriman, saat ini hanya mencapai 20 hingga 30 karung dari biasanya mencapai 100 karung per harinya,” sebut Wati (50), Pedagang asal Piladang Ka­bupaten Limapuluh Kota.

Sementara itu, masya­rakat makin menjerit dengan mahalnya harga beras perkilogram. Yang biasanya de­ngan uang Rp 140 ribu sudah bisa membawa pulang beras 10 kilogram. Namun, sejak beberapa pekan terakhir, tidak lagi dapat.  “Saya dua hari yang lalu beli beras Kuruik Kusuik, satu kilonya mulai 17-18 ribu perkilogram. Dan jenis lain juga hampir sama, tidak jauh beda har­ganya di pasaran,” ungkap Risma, salah seorang ibu rumah tangga usai membeli beras.

Disampaikannya, bila ti­dak cukup uang untuk membeli 10 kilogram atau satu karung, dengan harga 160-180 ribu, maka terpaksa beli perkilo sesuai uang yang ada. “Terpaksa yang lain dikurangi, sebab biaya untuk beli beras bertambah,” sebutnya. (uus)

Exit mobile version