SIMPANGBENTENG, METRO – Masyarakat Indonesia kini ketergantungan dengan Program Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Lebih separuh dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 70 persennya mempercakayan jaminan sosial kesehatan kepada program JKN-KIS.
Menurut Direktur BPJS Kesehatan Indonesia, Fachmi Idris jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan sistim jaminan sosial, pertumbuhan peserta program jaminan kesehatan di indonesia terbilang amat pesat.
Jika hanya dalam waktu 3 tahun, program JKN-KIS telah mengkaver hampir 70 persen dari total penduduk Indonesia. Berdasarkan data dari Populatian Data CIA Wordl Fac Book (2016) dan Carrin G. And James C. (2005), Jerman membutuhkan waktu lebih dari 120 tahun (85 persen populasi penduduk), Belgia membutuhkan 118 tahun (100 persen populasi penduduk), Autralia membutuhkan waktu 79 tahun (99 persen populasi penduduk).
Hal itu bisa dilihat dimana sejak empat tahun terakhir, penomena fasilitas kesehatan baik tingkat pertama, lanjutan hingga poliklinik rawat jalan dipenuhi oleh masyarakat yang hendak berobat dengan menggunakan JKN-KIS. Data ini dapat dilihat berdasarkan dana un-audited BPJS Kesehatan tahun 2016, terdapat sebanyak 134,9 kunjungan peserta JKN-KIS di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Sementara ditingkat fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, terdapat 50,4 juta kasus pemamfaatan poliklinik rawat jalan dan 7,6 juta kasus pemamfaatan pelayanan rawat inap di rumah sakit. Jika ditotal, maka terdapat 192,9 juta pemamfaatan JKN-KIS.
Wajar saja jika saat ini masyarakat pengguna JKN-KIS tampak cemas, khawatir bahkan takut bila Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami penyakit kronis berupa defisit anggaran penyelenggaraan program JKN-KIS.
Tengoklah setelah defisit Rp 3,3 triliun pada tahun pertamanya 2014, defisit kian membengkak pada tahun kedua 2015 yang mencapai Rp 5,7 triliun.
Kemudian menjadi Rp 9,7 triliun pada tahun 2016 dan Rp 9,75 triliun pada 2017. Untuk tahun 2018 ini defisit diproyeksikan mencapai Rp 10,98 triliun berdasarkan hitung-hitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Tentu bila penyakit menahun ini tidak kunjung membaik, bukan tidak mustahil akan membawa dampak bagi pelaksanaan program JKN-KIS yang berimbas kepada jaminan kesehatan masyarakat yang sudah ketergantungan dengan program JKN-KIS.
Komentar