BALAIBATUANG, METRO–Harga cabai merah beberapa hari terakhir ditingkat petani, anjlok. Bahkan berada pada level paling terendah sejak musim panen tiba beberapa bulan belakangan.
Dengan harga belasan ribu perkilogramnya, nyaris tidak ada keuntungan untuk para petani. Mengingat, biaya produksi lebih mahal dari harga jual.
Ya, meruginya petani ini karena modal menanam cabai mulai dari pembibitan tidak sesuai dengan hasil yang didapat. Petani pun berharap dinas terkait melakukan monitoring pasar agar harga jual cabai kembali normal.
Seorang petani cabai merah, Ali Rusli, warga Balai Batuang, Kelurahan Ampang Tanah Sirah, Kecamatan Payakumbuh Utara, Kota Payakumbuh, menyebut bahwa terasa beratnya pengaruh anjloknya harga cabai merah dipasaran bagi para petani, lebih disebabkan tidak seimbangnya biaya produksi dengan harga jual. Mengingat, harga pupuk dan pestisida sangat mahal.
“Harga di pasaran memang tidak menentu, dan kita pahami itu. Hanya saja yang kami rasakan dan menjadi keluhan adalah soal mahalnya pupuk dan pestisida, sementara untuk mendapatkan pupuk subsidi sulit. Pupuk bersupsidi untuk kelompok tani, yang tidak masuk kelompok susah mendapatkan pupuk,” ucap Ali Rusli, disela-sela merawat tanaman cabai merahnya, berbincang dengan Wartawan.
Petani yang rutin bercocok tanam cabai merah sejak tahun 2014 silam ini menyebut bahwa penggunaan pupuk dalam satu musim bercocok tanam hanya Satu sampai dua kali. Sementara, penggunaan pestisida cukup rutin dilakukan untuk menjaga tanaman dari serangan hama ulat dan wereng.
“Yang memberatkan itu tidak hanya pupuk, karena pupuk dalam satu kali musim tanam itu hanya kita kasi satu sampai Dua kali paling banyak. Sementara, pestisida itu sering kali digunakan, sebab penyakit cabai merah saat ini sangat banyak, bahkan bisa kewalahan kita jadinya,” ucapnya.
Perubahan musim dan cuaca disampaikan Ali Rusli, juga berpengaruh terhadap kondisi tanaman cabai merah. Bila tidak pandai-pandai merawat dan menjaga dari hama dan serangan penyakit bisa-bisa buah cabai menghitam dan kering sebelum masak. Belum lagi, banyaknya batang cabai yang kerdil dan mati sebelum berbuah.
“Karena banyaknya penyakit cabai, membuat biaya produksinya besar dengan perawatan yang rutin. Ini yang membuat kita petani Cabe rugi ketika harga anjlok seperti sekarang ini. Kalau harga stabil dikisaran 30 ribu perkilonya, petani masih bisa untung, tapi kalau sudah dibawah 20 ribu, itu sudah rugi, karena pupuk dan pestisida mahal,” tutupnya.
Mahalnya harga pupuk dan pestisida juga dikeluhkan Ul. Dirinya mengaku kewalahan merawat tanaman cabai merah dan rawit, karena banyaknya serangan pentakit berupa hama dan kriting serta kerdil.
“Saat ini penyakitnya banyak, ini yang kita jaga dengan menggunakan pupuk dan pestisida,” ucapnya.
Dia berharap, agar pemerintah dapat memperhatikan petani dengan murahnya harga pupuk dan pestisida.
“Kita berharap kepada Pemerintah supaya harga pupuk dan pestisida murah dan gampang diperoleh,” harapnya.
Tidak hanya di Payakumbuh, anjloknya harga cabai merah juga terjadi di Padang. Harga cabai merah di Padang sejak beberapa hari terakhir turun cukup drastis. Salah satu bahan utama makanan urang awak ini dijual antara Rp16.000 sampai Rp18.000 per kilogram.
Sementara, untuk harga bawang merah, kata Yurlianis, juga mengalami penurunan. Per kilogramnya seharga Rp16 ribu dengan modal sekitar Rp13-14 ribu per Kg. Harga bawang putih relatif stabil dengan harga Rp24 ribu per kg.
Menurut pedagang di Pasar Raya Padang, turunnya harga cabai tersebut akibat stok yang melimpah. Biasanya harga cabai mulai Rp 32.000 sampai Rp34.000, sekarang turun jadi Rp18.000 per kilogram.
Turunnya harga cabai merah ini akan menguntungkan masyarakat karena tidak terbebani dengan harga tinggi. (uus)