AGAM, METRO–Resor Konservasi Wilayah II Maninjau, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, memastikan bahwa kemunculan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, hanyalah bagian dari perlintasan satwa tersebut.
Wilayah tersebut berada di tepi Cagar Alam Maninjau, yang merupakan jalur alami harimau sumatera.
“Harimau itu hanya melintas melewati permukiman warga dan kembali ke habitatnya di kawasan hutan Cagar Alam Maninjau,” jelas Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumatera Barat, Ade Putra, di Lubuk Basung, Senin (6/1).
Kemunculan harimau pertama kali dilaporkan warga saat berburu babi hutan di kawasan Sasok, Jorong Batu Ajuang , pada Rabu (25/12). Selang beberapa hari, satwa dilindungi ini kembali terlihat di belakang rumah warga di Kampung Tangah, Jorong Batuang Panjang, pada Minggu (29/12).
Menindaklanjuti laporan tersebut, petugas BKSDA segera melakukan verifikasi lapangan dan memasang kamera jebak di lokasi pada Senin (30/12). Namun, selama satu minggu pemantauan, kamera jebak tidak merekam keberadaan harimau tersebut.
“Tidak ada tanda-tanda baru keberadaan satwa itu. Kamera jebak yang kami pasang pun tidak berhasil merekam pergerakannya, sehingga akhirnya kami bongkar kembali,” ujar Ade.
Ade mengimbau warga agar tetap waspada dan mengikuti langkah-langkah pencegahan konflik dengan satwa liar.
Beberapa saran yang diberikan antara lain: Hindari aktivitas di luar rumah pada jam aktif harimau, yaitu pukul 16.00 WIB hingga 08.00 WIB, Pergi ke kebun secara berkelompok, bukan sendirian, Jangan melakukan perburuan babi hutan, karena babi merupakan pakan utama harimau.
“Perburuan babi di sekitar kawasan hutan dapat memengaruhi rantai makanan harimau, sehingga memicu mereka keluar dari habitatnya untuk mencari makan,” tegasnya.
Harimau sumatera adalah spesies satwa dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Kehadiran mereka di sekitar permukiman sering kali menjadi indikator terganggunya habitat asli akibat aktivitas manusia. Oleh karena itu, kolaborasi antara warga dan pihak berwenang sangat penting untuk menjaga keberlanjutan hidup satwa ini. (pry)
Komentar