Wako Bukittinggi Tidak Permasalahkan Gugatannya Ditolak MK

Erman Safar (Wali Kota Bukittinggi)

BUKITTINGGI, METRO–Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar menjadi salah seorang penggugat terkait batasan umur calon presiden dan wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK), ia mengungkap meski gugatannya ditolak namun tujuan sebenarnya telah dikabulkan.

“Yang pasti kami se­nang dengan putusan yang sudah dilahirkan oleh MK, dibukanya peluang untuk kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun untuk menjadi kandidat Capres atau Cawapres,” kata Erman Safar di Bukittinggi, Rabu (18/10).

Erman Safar menegaskan tidak memperma­sa­lahkan perihal gugatan dari dirinya yang ditolak MK dan sebaliknya mengung­kap tujuan utama bagi kepentingan generasi mu­da untuk berbakti kepada negara telah diberikan peluang.

“Itu tidak masalah, yang penting tujuan dari gugatan ini, beberapa ka­wan yang lain juga alhasil hari ini Undang-Undang Pemilu itu diubah dan membuka peluang bagi generasi muda, tujuannya itu, bukan siapa yang dikabulkan tapi kemungkinan dan kepastian hukum untuk generasi muda untuk bisa ikut Pemilu Nasional di hari ini dan masa depan,” kata Erman.

MK mengadili dan memutuskan menolak perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan Walikota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bu­pati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak.

Pasal yang digugat yai­tu Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang berbunyi: Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun;

“Menyatakan bahwa frasa ‘berusia paling ren­dah 40 (empat puluh) tahun’ dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau memiliki pengalaman sebagai Penyelenggara Negara’,” demikian petitum permohonan Erman Safar dan Pandu Kesuma Dewangsa dalam permohonan yang dilansir website MK sebelumnya.

Hasilnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqib Birru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.

Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945.

“Sehingga Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi ‘be­rusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar pu­tusan. (pry)

Exit mobile version