PADANG, METRO
Pondok Pesantren (Ponpes) Perkampungan Minangkabau di bawah naungan Yayasan Shine Al Falah, kini memperkuat penanaman nilai-nilai adat Minangkabau dalam setiap kurikulum pendidikannya.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Shine Al Falah, Buya Asabeta Dt Pambincang mengakui, sejak berdiri 2013 silam, ponpes yang usianya memasuki sewindu ini, dalam kurikulum pendidikannya belum berani memakai nilai-nilai pendidikan adat Minangkabau.
“Hal ini disebabkan karena belum ada yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai adat Minangkabau di ponpes ini. Makanya kami belum berani menyampaikan nilai-nilai Adat Basandi Sara’, Sara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK),” ujar Buya Asabeta saat kegiatan Silahsilah Adat, ABS-SBK Dalam Realita Hari Ini, bersama Musra Dahrizal Katik Rajo Mangkuto alias Mak Katik, Sabtu, (227/6) di Ponpes Perkampungan Minangkabau.
Kegiatan Silahsilah Adat dihadiri Ketua Dewan Pengawas Yayasan Shine Al Falah, Buya Zulbadri, PhD. Dt Tan Malin, Ketua Umum Yayasan Shine Al Falah, Buya Syamsul Akmal Tuangku Putiah, pimpinan Ponpes Perkampungan Minangkabau, Buya Adi Sahyogi, guru, pembina dan santri ponpes.
Kegiatan Silahsilah Adat yang dilaksanakan, menurut Buya Asabeta, menjadi langkah awal mendapatkan ilmu tentang adat Minangkabau. Melalui kegiatan ini juga, Yayasan Shine Al Falah menjadikan Mak Katik sebagai Guru Besar Adat Minangkabau di ponpes tersebut.
“Saat ini ada 150 ponpes di Minangkabau, dan mulai sekarang, hanya ponpes ini yang mengajarkan nilai-nilai adat budaya Minangkabau. Ini sesuai dengan namanya, yakni Ponpes Perkampungan Minangkabau,” terangnya.
Yayasan Shine Al Falah, bermakna cahaya kemenangan. Yayasan ini kemudian mendirikan Ponpes Perkampungan Minangkabau yang berlokasi di Jalan Mekkah Belakang TVRI Sumbar, Bypass Aiapacah, Kecamatan Kototangah, Kota Padang. Ponpes ini memiliki 18 perkampungan.
Ketua Umum Yayasan Shine Al Falah, Buya Syamsul Akmal Tuangku Putiah, mengatakan, tahun ajaran baru ini, totalnya ada 850 santri yang belajar di ponpes ini.
Diungkapkannya, ada tiga kelompok santri yang belajar. Yakni kelompok anak yatim, sebanyak 150 santri, yang mendapatkan pendidikan gratis, pembiayaan kehidupannya dan fasilitasnya ditanggung oleh yayasan.
Kemudian terangnya, ada kelompok santri kurang mampu. Di mana pendidikannya dan penginapannya di asrama digratiskan, sedangkan konsumsi juga ditanggung yayasan, namun juga dibantu orang tua sebesar Rp300 ribu per bulan.
Selanjutnya juga ada kelompok mandiri, yang terdiri dari orang mampu. Kelompok ini pendidikannya gratis tetapi biaya hidup menjadi tanggungan orang tua mereka. “Jadi meski ada tiga kelompok, tapi pendidikan mereka semua gratis di ponpes ini,” terangnya.
Di ponpes ini ada fasilitas asrama penginapan untuk santri di mana setiap asrama ada musraf dan musrif-nya (pembina). Saat ini jumlah asrama ada 23 asrama. Ke depan disiapkan menjadi 29 asrama. Sedangkan jumlah guru pengajar di ponpes ini totalnya sebanyak 110 guru, terdiri dari 75 guru yang mengajar di lokal, pembina serta pengajar ekstra.
Pada kesempatan itu, Musra Dahrizal Katik Rajo Mangkuto alias Mak Katik menjelaskan tentang pituah dan nilai-nilai adat dan sejarah Minangkabau serta kaitannya dengan sejarah agama Islam dihadapan seluruh guru, pembina dan santri di ponpes tersebut. (fan)