Percaya tak percaya, kita harus mengatakan percaya. Kasus prostitusi agak berkelas yang selama ini didengar dan dilihat dari berbagai daerah, kini terjadi di depan mata. Bila selama ini menonton di televisi aksi mucikari dan anak galehnya di penjuru nusantara. Hal yang sama kini terjadi di Ranah Minang.
Bukan datang tiba-tiba, bukan terjadi serta merta. Prostitusi yang memalukan kita semua ternyata sudah terjadi sejak lama. Ada penjual, ada pembeli. Lalu ada barang yang diperjualbelikan. Inilah fakta di negeri ini ketika bisnis prostitusi menggerogoti negeri ini.
Ketika Surabaya memberangus kawasan prostitusi terbesar Doli dan Jakarta menertibkan Kalijodo, kita yang menentang tempat tempat maksiat itu pasti sangat mendukungnya. Pendekatan sosial masih dilakukan pemerintah daerah masing-masing untuk menertibkannya. Diberikan keterampilan, diberikan modal dan diberikan pencerahan untuk hidup yang lebih baik.
Berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pemberantasan tempat maksiat yang resmi resmi di penjuru tanah air terus digerakkan. Bukan hanya Surabaya dan Jakarta, kota-kota besar dan kota lainnya pun melakukan hal yang sama. Suatu bukti bahwa penyakit itu semakin merambah, meresahkan dan menghancurkan sendi sendi kehidupan anak manusia.
Betapa berat Wako Surabaya membersihkan Doli, dan itu tak akan berakhir sampai hari ini. Betapa berat gubernur Jakarta menertibkan Kalijodo dan dihadapkan dengan kekuatan kekuatan hitam. Tetapi ternyata ketika ada komitmen dari kepala daerah, lambat laun sasaran penertiban membuahkan hasil. Memberantasnya mungkin tak masuk akal, tetapi meminimalisirnya akan sangat mungkin.
Sebagai masyarakat Minang kita harus introspeksi diri dengan terungkapnya prostitusi dengan peran mucikari. Agen yang menghubungkan penjual dan pembeli. Ketika jembatan mucikari itu semakin banyak dan semakin kuat, entah seperti apa prostitusi di negeri ini ke depan. Beraksi di hotel dengan tingkat keamanan yang cukup baik, bertransaksi dengan rupiah yang menggiurkan sudah tentu menemukan titik terbaik antara pembeli dan penjual.
Tentu saja kita patut mengapresiasi langkah yang dilakukan polisi, dan barangkali juga melibatkan personel lembaga lain. Dalam kasus ini tak perlu melihat siapa yang berhasil mengungkapnya, tetapi bagaimana pengungkapan itu membuka mata kita betapa parahnya kehidupan anak muda, eksekutif muda atau para manusia di sekitar kita.
Lalu ke depan, semua pihak terkait hendaknya menyamakan persepsi dan langkah ke depan. Bagaimana prostitusi berkelas bisa diminimalisir, dan pariwisata sebagai penyokong ekonomi Sumatera Barat bisa berjalan. Sementara prostitusi prostitusi kelas teri berkedok kafe dan tenda ceper harus tetap dikawal dan dibersihkan.
Padang kota layak buat anak, layak buat kehidupan generasi muda. Jangan ada lagi mucikari yang beraksi memanfaatkan mudi mudi yang haus kehidupan enterteint. Mereka butuh gaya hidup dengan aksesoris beragam. Tetapi tak punya uang untuk membeli dan memilikinya. Lantaran lemahnya diri, pasrah dengan cara apapun mendapatkan uang tersebut.
Apa yang sudah terjadi jadi pelajaran bagi kita bersama. Apa yang sudah dibiasakan dengan cara baik pada generasi muda dan seluruh umat selama ini, harus terus diberikan. Jika ada yang lupa mari sama sama diingatkan. Bila ada yang timpang, mari sama sama diperbaiki. Bila ada yang sudah usang mari sama sama diperbaharui. Cukuplah ada mucikari yang sudah terungkap, jangan biarkan mereka bersemi mencari mangsa mangsa baru. (*)
Komentar