PONDOK, METRO–Kinerja Pol PP Padang dalam penertiban tempat hiburan malam dipertanyakan sejumlah pihak. Pol PP pimpinan Firdaus Ilyas, dianggap tak cermat. Bahkan dicibir lemah syahwat. Kerjanya razia ke razia saja ke banyak tempat, termasuk yang berizin. Sementara, puluhan kafe liar yang menyediakan wanita penghibur dan miras, terkesan dibiarkan saja beroperasi. Tak disegel. Ada apa?
Tujuan Pol PP yang acap kali merazia, dipertanyakan. Buat apa mereka razia, yang sekali aksi mengeluarkan biaya banyak, sementara efek jeranya tak ada. Show saja yang berkelebihan. Harusnya, jika tak mempan, pola razia diubah, agar kafe liar tidak serupa cendawan di musim hujan. Tumbuh subur. Tak hanya di tengah kota, tapi juga merambah Padang pinggir kota (Papiko). “Sampai pagi kafe liar beroperasi. Ada cewek pula. Tapi dibiarkan saja.
Resah kita,” tutur Lukman, warga kawasan Pondok, Kamis (25/2) siang.
Warga pantas resah. Di satu sisi, mereka melihat, Pol PP sebagai penegak Perda, seringkali razia. Hebat benar aksinya. Tapi, di sisi lain, pertumbuhan kafe liar, plus cewek penghiburnya kian banyak. Tidak berkurang-kurang.
“Tidak mempan razia itu. Lebih baik segel saja. Kenapa, kok kayaknya Pol PP tidak menyegel? Patut warga bertanya demikian. Pol PP kok lemah syahwat,” sebut Lukman yang berusia 40 tahun.
Data POSMETRO, kafe dan karaoke tak berizin kebanyakan beoperasi di kawasan Pondok. Di pusat pecinan, setidaknya ada 5 kafe. Kawasan Muaro ada satu, Nipah 2 titik dan Pulau Karam sebanyak 2 titik. Ada pula 3 kafe di Jalan Hoscokroaminoto.
Tak hanya buka sampai subuh dan mempekerjakan perempuan penghibur, kafe-kafe yang disinyalir tak berizin ini juga menjual berbagai minuman keras dan minuman oplosan. “Mereka jual minuman keras yang dioplos.
Ada namanya paket 21 harga Rp21 ribu. Paket 28 harganya Rp28 ribu, paket 36 yang harganya Rp36 ribu. Semuanya merusak, tapi tak diganggu. Apa menunggu jatuh korban dulu, baru aparat bergerak,” sesal Lukman.
Keberadaan kafe liar sudah benar-benar meresahkan. Namun sikap tegas dari aparat terkait, menurutnya hingga kini belum ada. Sehingga kafe kafe tersebut tetap beroperasi. “Kabarnya dibengkingi petugas pula. Makanya bisa buka sampai subuh,” sebut Lukman.
Warga lainnya, Bintaro berharap, pemerintah segera menertibkan kafe tak berizin tersebut sebelum merusak mental generasi muda. Apalagi saat ini Kota Padang sudah memiliki Perda minuman beralkohol. “Tempatnya memang di Pondok, tapi pengunjung pribumi semua. Kalau yang kalangan Thionghoa sendiri jarang ke sana. Jual minuman keras, ada perempuannya juga,” kata Bintaro.
Firdaus: Pemiliknya Kita Datangi
Kepala Pol PP Kota Padang Firdaus Ilyas membantah kalau pihaknya diam saja dan membiarkan kafe liar beroperasi. Malahan, Pol PP tahu jumlah kafe liar. Lengkap data yang dipunya pamong. Tapi, sejauh data sekadar data, belum ada aksi nyata. “Kita tak membiarkan. Seluruh kafe liar sudah didata. Ada 35 kafe dan karaoke yang tak berizin. Petugas sudah mendatangi satu persatu pemilik kafe tersebut pada awal Januari lalu,” kata Firdaus.
Firdaus terkesan mengulur waktu. Katanya, kafe-kafe yang sedang liar itu sedang dalam pengurusan izin. “Mereka sedang mengurus izin. Kita sudah memberi tenggat waktu sampai awal Maret 2016 mendatang. Jika tak juga ada izinnya, maka 35 kafe dan karaoke tersebut bakal ditutup dan disegel,” ungkap Firdaus.
Terkait dengan peredaran minuman beralkohol dan miras oplosan di sejumlah tempat hiburan tersebut, menurut Firdaus bukan kewenangannya. “Seharusnya mengawasi peredaran Minol itu Perindagtamben. Silahkan ajak Sat Pol PP mendampingi. Kita akan turun,” ujar Firdaus.
Tapi, saat ini nan pasti warga sudah resah dengan keberadaan kafe liar. Jangan sampai, warga yang turun aksi, karena sudah bosan menunggu aksi Pol PP memberantasnya. (tin)
Komentar