DHARMASRAYA, METRO – Dua hutan adat di Koto Besar Kabupaten Dharmasraya masih tetap terjaga hingga saat ini. Nama hutannya Rimbo Tolang dan Rimo Ubau.
Tokoh masyarakat setempat, Tuangku Manaro mengatakan, sekitar ratusan tahun yang lalu ada perjanjian antara masyarakat di nagari dengan Pangulu Mudo yang berada di lokasi kedua hutan lindung tersebut. Perjanjiannya saling menjaga dan tidak saling mengganggu antara masyarakat nagari dengan Pangulu Mudo dan masyarakat gaib yang ada di hutan
”Jadi yang melanggar maka hidupnya tidak akan berkah, dan alhamdulillah dari dulu tidak ada yang mengganggu,” ujar Tuangku Manaro.
Dari kepercayaan yang berkembang di masyarakat tersebut, ribuan pohon tumbuh subur di kedua hutan adat ini.Termasuk di antaranya ada beberapa jenis pohon langka yang juga hidup di sini, satu di antaranya jenis pohon klompang, sedangkan jenis terbanyak bernama pohon kompe yang berjumlah ribuan.
Untuk menghormati keberadaan nenek moyang mereka yang sudah gaib atas nama Pangulu Mudo, setiap ada acara nagari masyarakat setempat selalu mengundang kehadiran dari Pangulu Mudo.
Wali Nagari Koto Besar, Eko Noris (30), menyampaikan ada empat petua masyarakat yang disinyalir mampu berkomunikasi dengan Pangulu Mudo. “Tuangko Manaro, Tuangko Kerajaan, Urang Tuo (Haji Imam Nasir), serta juru kunci hutan Iniak Jalatin,” ungkapnya.
Dan jika komunitasi itu tidak dijalin, masyarakat percaya bahwa makanan di pesta atau acara tersebut tidak akan pernah mencukupi. Selain itu semua pekerjaan yang ada ketika acara juga tidak akan selesai. “Jadi pertanda mereka hadir di acara tersebut, pekerjaan akan terasa ringan, biasanya mereka datang dalam wujud masyarakat setempat, sehingga pesta kita itu akan terasa ramai saja,” jelasnya.
Berdasarkan penuturan Eko Noris dengan terjaganya kedua hutan yang kurang lebih berukuran 30 hektar tersebut, masyarakat Nagari Koto Besar akan selalu merasakan oksigen yang cukup, serta sumber air yang memadai.
“Kedepannya kita akan memanfaatkan hutan ini sebagai media edukasi bagi kalangan yang membutuhkan,” ungkapnya.
Pengunjung umum boleh memasuki kawasan hutan ini seizin pemerintahan nagari setempat dan didampingi oleh tour guide yang ada. “Di dalam hutan, pengunjung tidak boleh buang air sembarangan, berkata kotor, takabur, serta tindakan-tindakan lain yang dapat merupak hutan,” paparnya. (ade)
Komentar