Ditegaskan mantan anggota DPRD dari Kecamatan Sungai Tarab tersebut, jelaslah harta pusako tinggi turunnya kepada kamanakan. Akan tetapi kamanakan menu rut hukum adat Minangkabau bukanlah satu melainkan empat kelompoknya.
Adapun kelompok tersebut adalah, 1.Kamanakan nan batali darah, 2.Kamanakan nan batali adat. 3.Kamanakan nan batali ayie, 4.Kamanakan nan batali buwek atau nan batali emas dan atau Kamanakan budi.
Dijelaskan, pewaris keturunan “Katitiran Di ujuang tanduak nan mancotok di tapak tangan manyosok di ujuang kuku” (salah satu dari pendiri kerajaan Bungo Setangkai atau kerajaan tertua kedua setelah kerajaan Pasumayam Koto Batu di Pariangan Nagari Tuo) ini. Kamanakan nan batali darah adalah Kamanakan kontan yang ibunya satu Ibu dengan yang akan mewariskan harta pusako tinggi itu.
Kamanakan nan batali adat adalah yang Niniaknya satu hindu dengan niniak awak. Akan tetapi semenjak 7 (tuju) kali keturunan yang berlalu sudah punya rumah adat, sudah punya Pondam Pakuburan, sudah punya datuak serta telah punya Kaum sendiri.
“Yang Kamanakan nan batali Ayie adalah anak yang diangkat menjadi Kamanakan. Sedangkan yang dikatakan Kamanakan nan batali buwek atau batali emas dan atau yang batali budi adalah Kamanakan yang keberadaanya disebabkan oleh sesuatu. Ke-empat Kamanakan ini berhak atas harta Pusako Tinggi menurut hukum adat Minangkabau. Namun harus menurut urutannya. Justru hukum adat Minangkabau melarang dulu mendahului. Kita boleh cepat, tetapi tidak boleh dahulu mendahului, kecuali telah diizinkan oleh yang didepan,” jelas tokoh Pers Nasional yang urang awak ini. (ant)
Komentar