PASBAR, METRO–Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Pasaman Barat diundang menjadi narasumber pada Forum Data Stunting dalam rangka konsultasi publik indikator data keluarga berisiko stunting (KRS) tahun 2024. Kegiatan ini digelar secara daring oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/ BKKBN pada Senin (23/12).
Dalam kegiatan tersebut, Bappelitbangda Pasaman Barat diminta menyampaikan materi bertema
“Pemanfaatan Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dan Data Keluarga Berisiko Stunting (KRS) dalam Pensasaran Intervensi Program Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Pasaman Barat”.
Plt. Kepala Bappelitbangda Pasbar, Ikhwanri, menjelaskan bahwa forum ini bertujuan menguatkan komitmen dan meningkatkan pemanfaatan data keluarga berisiko stunting oleh pemangku kepentingan dan mitra kerja pusat serta daerah. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan mengevaluasi faktor risiko melalui penapisan data keluarga berisiko stunting.
“Bappelitbangda Pasbar dipilih sebagai narasumber karena keberhasilannya memperoleh penghargaan dari Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga atas pemanfaatan data hasil pendataan keluarga terbaik tahun 2024,” ungkap Ikhwanri.
Ikhwanri juga menyampaikan apresiasi kepada Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Barat, Fatmawati, yang telah mendukung usulan penghargaan bagi Pemkab Pasbar.
“Terima kasih kepada Ibu Fatmawati beserta jajaran atas perhatiannya hingga mengusulkan Pemkab Pasbar menerima penghargaan dan menjadikan Bappelitbangda Pasbar sebagai narasumber pada forum nasional ini,” ujarnya.
Dalam paparannya yang disampaikan di aula kantor Bappelitbangda Pasbar, Ikhwanri menjelaskan upaya Pemkab Pasbar dalam memadankan data P3KE dengan data E-PPGBM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat). Data P3KE sendiri berasal dari pendataan keluarga oleh BKKBN.
Hasil pemadanan data menunjukkan kondisi balita di Pasbar yang masih membutuhkan perhatian. Di antaranya, terdapat 31 balita tinggal di rumah tidak layak huni, 68 balita tidak memiliki akses terhadap jamban layak, 56 balita tidak memiliki sumber air minum layak, 2 balita tidak memiliki sumber penerangan listrik PLN, dan 31 balita masih tinggal bersama orang tua yang memasak menggunakan kayu bakar.
“Dengan menggunakan data yang sudah dipadankan tersebut, diharapkan intervensi yang dilakukan akan lebih tepat sasaran karena data tersebut sudah dilengkapi dengan nama dan alamat yang jelas,” tutup Ikhwanri. (end)
Komentar