Oleh Elfira Rahma Liza (22016175) Universitas Negeri Padang
Prodi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Mata Kuliah: Pengantar Sosiolinguistik
Dosen Pengampu: Tressyalina
Kata “amit-amit” mungkin terdengar familiar bagi penutur bahasa Indonesia. Kata seru ini sering digunakan untuk mengungkapkan doa, harapan, hingga kekhawatiran. Namun, di balik kesederhanaannya, “amit-amit” menyimpan potensi kesalahpahaman antar kalangan, terutama dalam konteks sosiolinguistik yang berbeda.
Dinamika sosiolinguistik dalam masyarakat mengacu pada bagaimana bahasa digunakan dan dipahami dalam konteks sosial dan budaya yang beragam. Penggunaan kata “amit-amit” pun tak lepas dari pengaruh faktor-faktor sosiolinguistik ini, seperti latar belakang budaya, kelas sosial, usia,dan jenis kelamin. Selasa, 7 Mei 2024, warganet heboh karena salah satu komentar seorang Ibu yang mengatakan penggunaan kata amit-amit tidak boleh digunakan. Pada akun @delviraaskia Ia berkata “…jadi amit-aminya ada kelainan atau enggak, kalau misalnya downsyindrome gitu-gitu…”. Kata amit-amit yang disampaikan oleh influencer yang sedang hamil tersebut menjadi heboh karena komentar yang disampaikan oleh seorang Ibu melalui akunnya @ndshvv mengatakan “hi, better kalimat “amit-amit” nya jangan langsung menyudutkan “amit-amit downsyndrome” nya, karena setiap anak dilahirkan itu anugerah dari Allah. Sehat sehat ya”.
Pengucapan kata amit-amit oleh influencer @delviraaskia tersebut memiliki tujuan untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Akan tetapi @andshvv, memiliki tanggapan bahwa kata amit-amit yang disampaikan oleh @delviraaskia seakan-akan menyudutkan anak yang terlahir downsyndrome. Jadi, apakah kata amit-amit boleh diucapakan?
Budaya Jawa, “amit-amit” lebih sering digunakan sebagai doa, sedangkan dalam budaya Sunda, kata ini mungkin lebih sering digunakan sebagai ungkapan kekhawatiran. Perbedaan makna ini dapat menimbulkan kesalahpahaman jika digunakan dalam percakapan antar budaya.
Di sisi lain, kata amit-amit juga dapat mempengaruhi kelas soial. Orang-orang dari kelas sosial yang lebih tinggi mungkin menggunakan kata ini secara formal, sedangkan orang-orang dari kelas sosial yang lebih rendah mungkin menggunakan kata ini secara informal. Hal ini dapat menimbulkan kesan arogansi bagi orang dari kelas sosial yang paling rendah. Usia dan jenis kelamin juga memengaruhi penggunaan kata "amit-amit". Orang tua mungkin lebih sering menggunakan kata ini daripada orang muda, yang mungkin menafsirkannya sebagai ungkapan ketinggalan zaman. Wanita mungkin lebih sering menggunakan kata ini daripada pria, yang mungkin menafsirkannya sebagai ungkapan kelemahan.