“Kegiatan ini untuk Pesisir Selatan di dalam wilayah TNKS sudah dilakukan sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 kurang lebih 600 hektar. Sasaran atau target dari Pemulihan Ekosistem (PE) ini adalah bagian kawasan TNKS yang telah mengalami kerusakan,” jelas Arry lagi.
Upaya kegiatan pemulihan ekosistem itu selain berasal dari anggaran DIPA BB TNKS juga berasal dari BPDAS Agam Kuantan dan Pihak Ketiga.
“Pelibatan masyarakat dalam kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan seperti perekrutan masyarakat ke dalam Masyarakat Mitra Polhut (MMP), serta meningkatkan ekonomi masyarakat melalui pemberian bantuan,” ujarnya.
Untuk tahun 2022 sampai tahun 2023 sudah diberikan bantuan kepada 12 Kelompok masyarakat dengan total nilai Rp 600 juta. Bantuan langsung tersebut sebagai modal dalam mengembangkan usaha masyarakat sesuai potensi kelompok.
“Selain itu kita juga melakukan peningkatan Smart Patrol, penyuluhan, dan pemasangan papan informasi dan larangan di tempat-tempat yang rawan aktivitas ilegal masyarakat. Upaya pelibatan semua pihak tentu diharapkan dalam ikut menjaga kawasan TNKS khususnya di Pessel, karena kawasan TNKS adalah hulu dari sebagian sungai yang ada di daerah ini,” ulasnya.
M Adli 49, tokoh masyarakat Pessel lainnya berharap agar pemerintah melalui instansi terkait seperti Dinas Kehutanan Sumbar melalui UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Pesisir Selatan, Balai Besar TNKS pengelolaan Wilayah III Painan, BKSDA , dan KPHL yang ada di daerah itu agar meningkatkan pengawasannya agar praktek-praktek yang bisa menimbulkan kerusakan hutan bisa dicegah.
Sebagai kabupaten yang memiliki kawasan hutan yang sangat luas, semestinya pemerintah bisa lebih memberdayakan berbagai lembaga yang ada itu untuk memaksimalkan pengawasannya di lapangan.
“Tentunya melalui ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai di samping juga personil seperti Polisi Kehutanan (Polhut). Sebab keterbatasan kemampuan sumber daya itu akan dijadikan oleh sebagian oknum masyarakat sebuah kelemahan untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum demi mendapatkan keuntungan secara pribadi,” ujarnya.
Dia mengakui bahwa hujan ekstrim dengan intensitas yang tinggi selama 15 jam yang dimulai Kamis (7/3) pukul 15.00 WIB, hingga Jumat (8/3) pukul 06.00 WIB itu merupakan penyebab utama terjadinya banjir di 13 kecamatan dari 15 kecamatan yang ada di Pesisir Selatan.
“Namun kondisi ini diperparah oleh tingginya aktivitas pembukaan lahan baru oleh oknum masyarakat untuk perladangan seperti gambir, nilam dan lainnya. Kondisi ini bisa dilihat di bagian hulu hutan di kecamatan-kecamatan yang terdampak parah oleh banjir tersebut. Jadi menurut saya ini perlu ditertibkan agar bencana yang sama tidak kembali terjadi di masa datang,” harapnya.
Penekanan terhadap penertiban atau pengendalian terhadap pembukaan lahan baru untuk perkebunan di kawasan hutan itu perlu ditanggapi secara serius. Sebab pembukaan lahan baru itu telah membuat hutan gundul.
“Saya katakan demikian karena penyumbang kerusakan dari banjir bandang itu adalah hutan gundul karena pembukaan ladang baru. Serta juga penebangan kayu melalui praktek illegal logging walau dalam skala kecil di beberapa titik,” ulasanya. ( Rio)