Oleh: Afrina Letti, S.PdI, MA (Guru Pendidikan Agama Islam SMAN Unggul Dharmasraya)
Kecakapan di bidang literasi sangat dibutuhkan oleh guru yang mendidik generasi di zaman revolusi industri 4.0, karena literasi sekarang bukan hanya terkait baca tulis. Ada juga Literasi Numerasi, Literasi Sains, Literasi Digital, Literasi Finansial, Literasi Budaya dan Kewargaan. Beragamnya jenis literasi tersebut, maka apa pun latar belakang mata pelajaran yang diberikan, guru harus mampu memahaminya. Sejatinya guru adalah panutan atau orang yang akan digugu dan ditiru oleh murid-muridnya. Setelah seseorang memutuskan menjadi guru, maka ia harus hadir penuh dan mendedikasikan dirinya untuk mendidik dan mencerdaskan generasi muda bangsa.
Mungkin awalnya berniat menjadi guru adalah untuk mendidik saja, tanpa mengetahui jika setelah menjadi guru akan banyak amanah atau tambahan pekerjaan yang menyertainya dan mesti diterima. Jika awalnya guru hanya perlu menguasai bidangnya saja, maka perlu menambah ilmu baru untuk menguasai bidang lainnya. Misalnya, seorang guru Pendidikan Agama Islam misalnya, mungkin merasa ia hanya perlu menguasai dan memperdalam ilmu di bidang Pendidikan Agama Islam saja, sebagaimana HR. Bukhari, sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya. Seiring berjalannya waktu, seorang guru akan memahami bahwa menjadi guru akan menjadikannya sebagai murid yang senantiasa harus menambah ilmu, karena ilmu pengetahuan selalu berkembang seiring perkembangan zaman.
Jika ingin mendidik anak sesuai zamannya, maka guru haruslah selalu belajar, karena belajar bagi guru adalah suatu keharusan, berhentilah menjadi guru jika ingin berhenti belajar. Pengetahuan guru ukan hanya mesti bertambah pada bidangnya saja, karena setelah bekerja banyak amanah lain yang akan dipikul pada pundaknya seperti Pembina OSIS, Wakil Kepala
Sekolah, Bendahara, Pembina Ekstrakurikuler, Pembina Pramuka, dan lain sebagainya. Siap maupun tidak secara psikis, apalagi sudah mengabdikan dirinya sebagai guru, maka dia harus mau memikul amanah tugas tambahan tersebut.
Guru tak mungkin mengatakan bahwa jabatan tambahan itu bukan bidang saya, bukan passion saya. Tapi satu hal yang mesti diingat terutama bagi guru yang status ASN (PNS/ PPPK) Ketika disumpah sudah berjanji akan mengabdi untuk negara. Inilah salah satu bentuk pengabdiannya. Inilah yang menjadi dilema terbesar dalam kehidupan guru yang harus mempersiapkan mental untuk berbagai amanah jabatan tambahan. Jika diberi Amanah sebagai bendahara, misalnya, maka seorang guru yang diberi amanah tersebut, apapun latar belakang mata pelajarannya jika bukan dari ekonomi/akuntansi, matematika, maupun mata pelajaran eksakta lainnya, maka dia harus mengembangkan kemampuannya dalam bidang Literasi Numerasi.
Jika biasanya numerasi seputar jumlah raka’at salat, hitungan zakat fitrah maupun asma’ul husna, maka litarsinya harus ditingkatkan 180 derajat dalam perhitungan angka-angka dan rumus matematika. Hal ini agar dia mampu mengelola dana yang ada untuk melengkapi semua kebutuhan sekolah. Menyita waktu, tentu saja, apalagi menyita hati dan perasaan.
Namun hal itu tetap harus dilakukan karena tanggung jawab dalam menjalankan Amanah dan akan menjadi ibadah jika diniatkan untuk meraih Ridho Allah SWT. Berbagai kondisi, tantangan, dan hambatan dalam mengupgrade diri harus diminimalisir oleh guru tersebut agar menjadi generasi terbaik.
Sebagaimana Firma Allah SWT dalam QS. Ali Imran Ayat 110 dan Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah …”. Guru