PADANG, METRO–Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus kepada anak. Hal tersebut diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Salah satu perlindungan yang diberikan yakni, kepada anak penyandang disabilitas, agar dapat tumbuh dan berkembang dan bermartabat dalam kehidupan bermasyarakat.
Komitmen Negara terhadap penyandang disabilitas diwujudkan dengan menetapkan UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Person with Disabilitas (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas), serta disahkannya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Adanya UU Penyandang Disabilitas tersebut, tidak saja menjadi payung hukum bagi penyandang disabilitas, tapi jaminan agar kaum disabilitas, terhindar dari segala ketidakadilan, kekerasan dan diskriminasi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Gemala Ranti mengatakan, walaupun ada jaminan negara dan kewajiban pemerintah untuk melindungi hak-hak anak penyandang disabilitas, namun hak-hak anak penyandang disabilitas belum dapat terpenuhi secara optimal.
Hal ini dapat dibuktikan masih banyaknya anak penyandang disabilitas yang mengalami stigma, diskriminasi, kekerasan, pelabelan dan eksploitasi. Juga masih banyaknya anak penyandang disabilitas yang belum mendapatkan layanan di bidang kesehatan, pendidikan, agama, kesejahteraan sosial, layanan di daerah bencana, habilitasi dan rehabilitasi, identitas anak, pelatihan dan pendampingan.
“Saat ini juga belum banyak aksesibilitas yang diberikan kepada anak penyandang disabilitas. Masih banyak anak penyandang disabilitas yang belum memperoleh kesempatan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi yang dibutuhkan,” terang Gemala, saat sosialisasi upaya perlindungan khusus anak penyandang disabilitas, Minggu (15/10) di salah satu hotel di Kota Bukittinggi.
Gemala menambahkan, secara umum permasalahan yang dihadapi oleh para penyandang disabilitas karena keterbatasannya. Yaitu, masalah kesehatan, ekonomi, pendidikan, pendampingan hukum dan permasalahan lingkungan yang tidak mendukung. Sehingga hal ini yang menjadi hambatan bagi penyandang disabilitas. Terutama yang menjadi korban kekerasan untuk mendapatkan akses keadilan yang merupakan haknya. Tidak jarang mereka mengalami stigmatisasi dan diskriminasi berlapis.
Seperti halnya pada saat kekerasan seksual dialami penyandang disabilitas, yang terjadi kasusnya cenderung didiamkan, tidak diproses. Alasannya, karena bukti minim dan keterangan korban tidak cukup untuk dijadikan alat bukti hukum.