PADANG, METRO–Desa Penglipuran yang dinobatkan sebagai desa tebersih nomor 3 di dunia, merupakan salah satu desa adat di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Desa ini menjadi destinasi wisata sejak ditetapkan pada tahun 1993. Kini banyak wisatawan yang healing di sini. Tokoh Adat Generasi Kelima Desa Penglipuran, I Wayan Sumiarsa mengatakan, Desa Penglipuran ini ada 120 hektar lahan. Sebanyak 9 hektar lahan untuk pemukiman dan 55 hektar hutan bambu. Desa ini jumlah penduduknya 1.280 jiwa terdiri dari 315 KK. Dari 315 KK ini ada perwakilan yang dituakan berjumlah 78 orang. Perwakilan inilah yang mengambil keputusan dan kebijakan adat. “Kami di desa wisata ini di bawah 78 orang. Boleh dikatakan desa wisata ini ownernya mereka. Mereka mengambil keputusan dan kebijakan di desa ini,” terangnya, saat menyambut kedatangan Rombongan Studi Tiru Pelaku Ekraf di Sumbar, Kamis (22/6).
I Wayan menambahkan, dalam strukturnya, di desa ini ada rapat memilih kepengurusan. Setelah itu lalu dikeluarkan SK kepengurusan. Pengurus diminta untuk mengelola desa wisata secara profesional dan mengembangkan potensi wisata.
Di kepengurusan tersebut ada tiga manager. Mereka melakukan diskusi untuk pemetaan kebutuhan di lapangan. “Untuk pengembangan desa ini. Kita kolaborasi dengan anak muda. Kita minta masukan terkait sistem pengelolaan. Kami komitmen lebih awal libatkan anak muda. Harus ada regenerasi ke depan. Untuk dapatkan SDM sesuai kebutuhan, kita kolaborasi dengan akademisi perguruan tinggi. Kami ada transparansi melibatkan perguruan tinggi,” terangnya.
I Wayan menambahkan, semua tim yang mengelola desa wisata ini memiliki background pariwisata. Mereka sukarela membangun desa wisata. Kolaborasi perguruan tinggi di Bali mendatangkan narasumber pelatihan terkait hospitality. Mereka juga memberdayakan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
Pengembangan desa wisata ini dilakukan dengan melibatkan anak- anak muda untuk melihat trend baru. Namun tidak terlepas dari konsep desa wisata. Termasuk juga melakukan pendataan lanscape. “Kita minta anak muda kelola lanscape desa ini, Termasuk juga menentukan pedoman tanaman yang bisa ditanam di depan rumah. Kita support finansial,” terangnya.
Pengembangan wisata yang dilakukan diharapkan ketika wisatawan datang ke sini, bisa membawa sesuatu pulang berupa pengalaman berkesan. Pengembangan desa wisata ini disupport warga. “Pariwisata yang hidup. Wisatawan yang berkunjung bisa melihat langsung aktivitas warga. Masuk ke rumah melihat orang masak secara tradisional, aktifvitas dan budayanya. Jadi meski tidak jadi desa wisata, kami tetap ada di sini menjaga tradisi adat dan budaya sejak 1993. Jadi awalnya tidak ada ambisi jadi desa wisata,” terangnya.
Dengan menjadi desa wisata, dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan lahirnya paket-paket wisata yang menarik wisatawan datang ke desa ini. “Meski jadi desa wisata, kami konsisten tetap menjaga arsitektur yang ada di Penglipuran. Termasuk tata ruang,” terangnya.
I Wayan menambahkan, di Dewa Wisata Penglipuran ini ada konsep pariwista berbasis masyarakat. Masyarakat diberdayakan sesuai SDM yang dimiliki. Kini ada warga yang dipekerjakan. Totalnya ada 31 pekerja.
Selain melibatkan warga, pengelolaan Desa Wisata Penglipuran juga kolaborasi dengan organisasi lokal seperti Karang Taruna. Ada juga organisasi yang mempunyai talenta menari diberdayakan menyambut tamu. Organisasi talenta bermain gamelan juga untuk menghadirkan kesenian bagi tamu. Ada juga organisasi talenta memasak untuk sediakan kuliner konsumsi tamu. Termasuk juga Organisasi Pencalang dilibatkan untuk pengamanan. Dengan konsep desa wisata, maka di Desa Penglipuran mengembangkan aktivitas kearifan lokal. Yakni, aktivitas budaya, bisa belajar menari Bali, menata buah buahan, aktivitas belajar memasak khas desa, pembuatan klepon, melukis kebem dari bahan bambu.
Di Desa Penglipuran ini juga ada 15 tenaga tour guide yang mahir berbahasa Indonesia dan Inggris. Juga ada seni pertunjukan, foto dengan pakaian adat Bali. Di desa ini juga disediakan paket wisata terbaru, yakni Penglipuran Autentic Dinner. “Dengan paket ini kita mampu menyediakan paket makan malam di tengah jalan. Ini aman karena desa ini tidak boleh diakses kendaraan. Ada sanksi adatnya. Ketika ada wisatwan dan warga yang melarang. Sanksi adatnya berat,” terangnya.
Di desa ini juga ada gues house. Wisatawan yang ingin bermalam disediakan sarana penginapan. Ada homestay. “Ada dinner dan breakfast di tengah jalan tanpa diganggu siapapun,” terangnya. “Kami berbagi sumber penghasilan. Pertama dari ticketing wisatawan masuk. Dari jumlah penjualan ini kami sumbangkan 40 persen ke Pemkab Bangli. Desa kecil bisa sumbangkan 40 persen. Tahun lalu sumbangkan Rp7 miliar ke pemda bersih. Sumbangan ini sebagai ucapan terimakasih kepada pemda karena disupport penuh sejak tahun 1993,” terangnya.
I Wayan juga mengungkapkan, jumlah pemasukan dari kunjungan wisatawan tahun 2023 ini ditargetkan 18 miliar per. “Kami punya potensi akan bisa capai target lebih. Bisa capai Rp20 miliar. Karena hingga bulan ini sudah capai Rp11 miliar,” terangnya.
Kenapa Desa Wisata Penglipuran bisa seperti sekarang ini? I Wayan mengungkapkan semua tidak terlepas dari media promosi. Sehingga paket wisata makin banyak dikenal. Juga ada event tahunan berupa Festival Penglipuran. Wali Nagari Kampung Tangah, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam Gusri Mulyadi yang ikut dalam rombongan Studi Tiru Ekraf di Bali tersebut, mengapresiasi pengembangan Desa Wisata Penglipuran. Menurutnya, pelaku wisata di sini, selain management ada warga yang terlibat. “Dari management pengelolaan desa wisata memberikan kontribusi bagi masyarakat. Adat istiadat yang berbeda. Bagaimana pihak management meyakinkan masyarakatnya. Ini nilai plus yang didapat. Masyarakat dilibatkan. Mudah-mudahan ini bisa kita terapkan untuk menghadirkan paket wisata di nagari kami,” harapnya.(fan)