PADANG, METRO – Pimpinan Komunitas Galombang Minangkabau, Ery Mefri mengungkapkan, bahwa kesenian telah dianaktirikan di Sumbar. Meski demikian, pelaku kesenian bangga jadi anak tiri dan sombong menjadi anak tiri.
Apa yang diungkapkan Ery Mefri tersebut merupakan keluh kesahnya selama pengalamannya hidup berkesenian. “Saat ini umur saya sudah 60 tahun. Sejak berusia enam tahun dirinya sudah diajarkan berkesenian dan nilai-nilai etika oleh orang tuanya,” ungkap Ery Mefri saat membuka Kaba Festival 2018 di Ladang Tari Nan Jombang, Senin malam (26/11).
Berbagai suka dan duka dihadapinya dalam berkesenian. Selama hidupnya, Ery Mefri sudah 30 tahun mengadakan festival sampai sekarang. Namun, diakuinya, baru 10 tahun terakhir ini dirinya menikmati berkesenian. Semuanya dilakukan tanpa ada bantuan dari pihak manapun termasuk pemerintah.
Ery Mefri mengungkapkan, ketika mendirikan Nan Jombang Dance Company, pemerintah menilai saat itu, Nan Jombang belum pantas untuk hidup. “Pemerintah bicara seperti itu, justru menjadi kebanggaan bagi Nan Jombang. Karena tari Nan Jombang akan berkembang tanpa bantuan,” ujarnya.
Ery Mefri juga mengungkapkan, tahun 2014 silam, dirinya pernah menghadap Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, untuk melahirkan Kaba Festival. Saat itu, Irwan Prayitno langsung menelpon Kepala Dinas Pariwisata Sumbar waktu itu. “IP (Irwan Prayitno) menelpon kepala dinasnya. Agar segera berkomunikasi dengan saya. Dan saya diminta menemui kepada dinasnya. Sampai sekarang tidak ada tindaklanjutnya. Namun, sekarang Kaba Festival telah hadir dengan pelaksanaan yang kelima. Sekarang Kaba Festival hadir didukung lima negara,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Ery Mefri juga melontarkan kritik pedasnya kepada pemerintah. Pemerintah menurutnya, membangun badan kesenian guna menghancurkan kesenian. Hadirnya UU No 5 tahun 2017 justru akan merusak kesenian itu sendiri. “Jangan campuri kesenian jika tidak ingin merusak,” tegasnya.
Ery Mefri juga mengkritik pelaksanaan iven Silek Art Festival tahun ini. Iven ini menurutnya diadakan hanya memecahbelahkan seniman. “Akan banyak orang parang ladiang dampak dari Silek Art Festival ini,” tegasnya. Ery Mefri juga mengajak pelaku kesenian agar berkesenian dengan jujur. Sehingga kesenian itu bisa dinikmati, dan bisa menjadi pemersatu bangsa.
Kepala Taman Budaya Sumbar, Muasri mengatakan, Ery Mefri mengekploitasi seni tradisi dan memberikan suatu karya kepada seniman. Selama Ery Mefri berkarya, dirinya selalu memberikan masukan dan kritik terhadap karyanya.
Muasri menyontohkan, ketika dirinya mengkritik pertunjukan tari Nan Jombang waktu di Kota Padangpanjang. “Karena penari menampakkan aurat saat melompat waktu itu. Saya sampaikan, orang bertepuk tangan. Bukan karena hebat karyanya, tetapi kelucuan karya. Setiap yang saya ucapkan selalu didengarkan Ery,” ujarnya.
Muasri mengakui masih banyak lagi masukan-masukan yang disampaikannya kepada Ery Nefri dan selalu didengar oleh Ery Mefri. Muasri juga mengucapkan selamat atas usia 60 tahun Ery Mefri, 35 tahun usia Nan Jombang Dance Company dan 30 tahun Ery Mefri sebagai penggagas dan penyelenggara festival.
Kaba Festival merupakan kegiatan tahunan Nan Jombang Group. Iven ini bekerja sama dengan Silek Arts Festival, Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dan Indonesiana. Iven ini juga didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, Badan Ekonomi Kreatif Indonesia.
Kaba Festival 2018 resmi dibuka malam itu. Pembukaan ditandai dengan pemukulan gendang oleh Ery Mefri selaku Pimpinan Nan Jombang Group dan Komunitas Galombang Minangkabau, Angga Djamar (Direktur Kaba Festival), Legowo Kusumonegoro (Pembina Widyiarini Nan Jombang Jakarta).
Diawal pembukaannya, diisi dengan pemutaran film Dirantau Tuhan Berbisik, karya sineas muda, Ahmed Kamil, produksi ARKJP Film. Film ini bercerita tentang karya tari “Rantau Berbisik”, karya Ery Mefri. Kemudian juga ada pemutaran film karya Su-en/Amit Sen, dengan judul “Visiting Project/Modus Mobile”.
Film ini berbicara tentang kunjungan yang dilakukan oleh Su En dan Amit Sen di Kota Padang. Film ini membawa tari kontemporer dan musik kepada orang orang yang bukan berasal dari latar belakang teater dan seni museum. Juga ada pertunjukan Aqick Percussion, Jakarta, Indonesia dengan karya judul “KITA”, Komposer, Armen Aqick. Undangan yang hadir juga berkesempatan menyaksikan pertunjukan Widyarini Nan Jombang Jakarta, Indonesia, dengan judul karya “Nyanyian Tubuh”,
Koreografer, Ery Mefri, musik, Armend Suwandi dan penari, Amel, Upi, Dewo, Dira dan Dayinta. Nyanyian tubuh lahir dari derita beberapa tahun ini. Kesakitan akibat luka, dilemahkan, diskriminasi, anak tiri yg dianak tirikan lagi. Kesakitan tersebut tidak mampu dilahirkan dengan kata kata. Maka, nyanyian tubuhlah yang mewakili kesakitan tersebut. (fan)
Komentar