Pemerintah harus Hadir Menyelesaikan Masalah BPJS Kesehatan, Leonardy: Kenaikan Jelas Memperberat Masyarakat

JAKARTA, METRO – Rencana pemerintah menaikan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), mendapat kritikan dari Senator asal Sumbar, H. Leonardy Harmainy. Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD RI ini menyatakan dengan tegas, menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan iuran peserta program JKN-KIS, khususnya untuk peserta kelas III, pada Januari 2020 nanti.
“Kenaikan iuran JKN-KIS jelas sangat memberatkan masyarakat, apalagi bagi peserta mandiri Kelas III,” ujar H. Leonardy kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/11).
Selain menolak kenaikan iuran untuk kelas III karena merupakan peserta masyarakat menengah ke bawah, Leonardy juga berharap agar Peraturan Presiden (Perpres) kenaikan iuran JKN-KIS mulai 1Januari 2020, harus dibarengi dengan peningkatan layanan kepada masyarakat.
“Kita akui, JKN-KIS mengalami defisit yang begitu besar sehingga terjadi tunggakan yang besar pada rumah sakit. Agar kondisi itu tidak sampai mengurangi pelayanan rumah sakit, maka pemerintah harus hadir di sini menyelesaikannya,” ungkap Leonardy.
Meski begitu, Leonardy mengaku tetap khawatir harapan untuk mendapatkan pelayanan yang semakin baik pada masyarakat tidak bisa tercapai. Pasalnya, banyak rumah sakit yang kondisinya sulit akibat tunggakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
”Bagaimanapun pemerintah perlu memberikan dana talangan kepada BPJS Kesehatan untuk membantu membayar utang kepada rumah sakit agar pelayanan masyarakat tidak terganggu,” tegas Leonardy.
Leonardy menyebutkan, per September 2019 data Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), tunggakan pembayaran kewajiban klaim BPJS Kesehatan kepada rumah sakit mencapai Rp6,5 triliun. “Besarnya jumlah tunggakan klaim akibat defisit keuangan BPJS Kesehatan itu perlu dibantu dana talangan dari pemerintah,” ujarnya.
Dana talangan yang bersumber dari APBN tersebut, kata Leonardy mesti dibantu secepatnya sebelum kenaikan iuran diberlakukan, karena BPJS sendiri tidak bisa melunasinya karena mengalami defisit dana sangat besar. Jika tidak, mantan Ketua DPRD Sumbar ini khawatir rumah sakit semakin kesulitan membayar gaji dokter, perawat dan pegawai hingga membeli obat untuk pasien. Belum lagi untuk biaya operasional sehari-hari rumah sakit.
“Dampaknya tidak hanya terhadap operasional rumah sakit, tapi juga bisa berakibat ke nyawa pasien. Persoalan kemanusiaan. Saya tidak bisa membayangkan nantinya jika ada pasien yang tidak bisa lagi memperoleh obat karena rumah sakit kehabisan stok obat akibat ketiadaan dana lagi buat beli obat. Jadi, pemerintah harus hadir memberikan talangan,” tutur Leonardy.
Sementara pemerintah memberikan dana talangan, BPJS Kesehatan juga diminta proaktif dalam mengurangi tunggakan iuran dari peserta. “Tapi dengan cara-cara humanis,” ingatnya.
Sebagaimana diketahui, kenaikan iuran BPJS diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran sudah resmi ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Oktober 2019.
Dalam Pasal 34 perpres tersebut diatur bahwa iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42.000, dari saat ini sebesar Rp 25.500. Iuran peserta atau mandiri kelas 2 akan meningkat menjadi Rp 110.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000. Lalu, iuran peserta kelas 1 akan naik menjadi Rp 160.000 dari saat ini sebesar Rp 80.000. Besaran iuran tersebut berlaku pada 1 Januari 2020. (rel/fan)

Exit mobile version