PADANG, METRO – Sampai kini, proses pencairan dana hibah beasiswa PT Rajawali belum juga temui titik terang. Meskipun Pemprov bersama DPRD Sumbar telah getol meminta pemanfaatan dana tersebut dengan cara berkonsultasi dengan Kemendagri, sayangnya usaha tersebut masih terkatung-katung.
Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno mengatakan, pencairan dana beasiswa PT Rajawali tidak bisa sembarangan. Saat ini pihaknya masih menunggu aturan dari Kemendagri agar tidak muncul persoalan di kemudian hari. Sebelum ada aturan yang membolehkan, pemerintah tidak berani memberikan dana tersebut.
”Kalau dikeluarkan nanti disebut menyalahi kewenangan, nanti disangka korupsi karena memberikan uang kepada orang lain untuk memperkaya diri, kan repot zaman sekarang kalau salah-salah,” ujar Irwan, Selasa (7/5).
Irwan menyebut, saat ini yang diperlukan adalah membuat Peraturan Gubernur (Pergub) diskresi agar dana tersebut dapat dicairkan. Karena mengingat dana itu bukan dari APBD, akan tetapi dana itu dititipkan kepada pemerintah untuk masyarakat.
”Yang perlu kita buat sekarang itu adalah pergub diskresi karena yang diatur Kemendagri kan dana APBN, APBD juga. Tapi ini (dana Rajawali) kan enggak, yakni dana masyarakat yang ada di kita,” ujar Irwan.
Jika pada 2010 silam, sebut Irwan, Yayasan Pendidikan Minangkabau mau menyetujui Peraturan Daerah (Perda) yang sudah dibuat Pemprov Sumbar maka pencairan dana beasiswa PT Rajawali ini sudah tuntas. Namun terhalang DPRD yang menolak dengan alasan pengelolaan dana melalui yayasan.
“DPRD waktu itu tidak mau karena murni uangnya dikelola oleh yayasan. Ya udah kalau gak mau, kita buat aturannya, nah ini yang bolak-balik sampai sekarang,” ucap Irwan.
Irwan menambahkan, pada prinsipnya Pemprov menginginkan dana Rajawali bisa segera dicairkan. Namun yang menjadi kendala saat ini, sambung Irwan, pencairan dana hibah beasiswa tersebut harus mengacu pada aturan Kemendagri. Selain itu, kata dia, harus adanya kesepakatan antara DPRD Sumbar dan Pemda.
“Sekarang persoalannya ya itu kalau sudah putus dari Kemendagri bentuk (aturannya) apa, ya sudah kita akan lakukan (pencairan dana beasiswa PT. Rajawali), tapi harus putus juga dari DPRDnya,” ulas Irwan.
Terkait estimasi tenggat waktu satu bulan yang disampaikan Ketua Komisi V DPRD Sumbar, Hidayat kepada Pemprov Sumbar, Irwan menegaskan, hal ini perlu kesepakatan dari DPRD agar nanti tidak muncul persoalan baru, dan perlu regulasi yang jelas.
“Kan dari awal persoalan dana Rajawali ini sudah bersama DPRD. Kecuali putusannya dari kita sendiri, jangan kan sebulan, sehari juga saya tekan. Tapi kalau saya tekan, dan dia tidak setuju gimana. Itu sebulan dengan Mendagri, kan tidak bisa kita patok Mendagri sebulan,” pungkas Irwan.
Sebelumnya, DPRD Sumbar memberikan tenggat satu bulan kepada Pemprov untuk menyelesaikan Pergub serta berkonsultasi dengan Kemendagri tentang pencairan dana beasiswa PT Rajawali yang hingga kini masih belum menemukan titik terang.
Ketua Komisi V DPRD Sumbar, Hidayat dalam pertemuan dengar pendapat (hearing) dengan Pemprov Sumbar meminta ketersediaan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno untuk menindaklanjuti dan membicarakan masalah ini dengan Mendagri secara langsung.
“Kita minta permasalahan yang masih menyangkut di Kemendagri harus diselesaikan dalam jangka waktu satu bulan. Hasilnya harus disampaikan dalam paripurna pertama setelah rekomendasi keluar,” ujar ketua Komisi V DPRD Sumbar, Hidayat saat hearing dengan sejumlah SKPD Pemrov Sumbar, Senin (6/5).
Diketahui, persoalan dana beasiswa PT Rajawali ini sempat menjadi sorotan karena dana tersebut semestinya sudah bisa dimanfaatkan masyarakat untuk membantu biaya pendidikan. Namun, sejak diterima sebagai dana hibah pihak ketiga, pengelolaan dana tersebut tidak menemukan formula yang tepat. Dana tersebut sudah mengendap sekitar 10 tahun dengan total nilai mencapai Rp80 miliar lebih.
Solusi pertama penyaluran dana akan dilakukan melalui yayasan sehingga didirikan Yayasan Beasiswa Minangkabau dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2009. Namun, ternyata hal ini tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan. Selanjutnya ada opsi disalurkan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) dengan membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Ternyata solusi ini juga tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan sehingga masih harus mencari solusi yang tepat agar tidak menjadi permasalahan. (mil)
Komentar