Peringatan HKBN Dihadiri Menko PMK dan Kepala BNPB, Padang Pasang 25 Blue Line Tsunami Safe Zone, Bangun Kesiapsiagaan Hadapi Ancaman Gempa dan Tsunami

TEKAN TOMBOL— Penekanan tombol menandai dimulainya latihan dan simulasi kebencanaan serentak di seluruh wilayah Indonesia dilakukan oleh Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, Menko PMK Muhadjir Effendy, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah, dan Wako Padang Hendri Septa, Jumat (26/4).

AZIZ CHAN, METRO–Kota Padang, ibu kota Pro­vinsi Sumbar menjadi tuan rumah dalam peringatan pun­cak Hari Kesiap­siagaan Ben­cana Nasional (HKBN) tahun 2024 ini. Peringatan puncak HKBN Tahun 2024 ditandai de­ngan penekanan sirine peringa­tan dini gempa dan tsunami oleh Kepala Badan Nasional Pe­nanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Su­haryan­to, S.Sos, MM, tepat pada pu­kul 10. 00 WIB, Jumat (26/4) di Gedung Youth Centre Bagindo Aziz Chan Padang.

Setelah sirine berbunyi, kemu­dian diikuti dengan simu­lasi eva­kuasi yang diikuti pu­luhan ribu ma­syarakat Sumbar. Selain itu juga di­ikuti 17 provinsi, 30 kabupaten kota dan 180 desa tangguh bencana di In­donesia.

Turut dihadiri Menteri Koor­dina­tor Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Republik Indonesia (RI) Muhadjir Effendy dan Kepala Badan Nasional Penang­gu­langan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto.

Wali Kota Padang Hendri Septa, dalam sambutannya menyebutkan bahwa pengurangan risiko bencana ini menjadi atensi Pemko Padang. Salah satunya me­ma­sang marka biru pada jalan penanda perkiraan kawasan aman dari tsunami (Blue Line Tsunami Safe Zone).

“Sebanyak 25 marka biru sudah dipasang atau marka yang bertuliskan anda sedang berada pada kawasan perkiraan aman tsunami,” ucapnya di Gedung Youth Centre.

Penanganan dan penanggulangan bencana sebutnya harus menjadi kola­borasi dan sinergitas semua pihak. Melalui momentum HKBN ini ma­sya­rakat diharapkan lebih bisa memahami, mengantisipasi dan melakukan mitigasi mandiri jika terjadi bencana.

Kepala BNPB Letjen TNI, Suharyanto, S.Sos, MM mengatakan, BNPB dan BPBD berdiri tahun 2008. Dengan adanya UU Nomor 24 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana dan hadirnya lembaga negara yang menangani bencana, maka penanggulangan bencana dapat ditangani dengan baik, mulai dari membangun kesiapsiagaan saat pra bencana, penanggulangan d­a­ru­rat saat terjadi bencana dan rehab-rekon pascabencana.

Suharyanto menambahkan, Indonesia merupakan negara nomor 2 dengan resiko bencana tertinggi di dunia. Melalui peringatan HKBN setiap tahunnya dapat menjadi momentum meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana.

Suharyanto mencontohkan, saat peringatan HKBN tahun 2022 di Jawa Tengah, dengan tema saat itu kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung me­rapi meletus. Hasilnya ada, ketika Gunung Semeru meletus tidak ada ada korban jiwa. Padahal tahun 2021 lalu, ada 54 korban yang meninggal. “Jadi HKBN ada hasilnya waktu itu,” terangnya.

Tahun 2023, HKBN di Lamongan temanya ketangguhan bencana ma­syarakat di bantaran sungai menghadapi banjir. Tahun 2023 saat terjadi banjir di berbagai wilayan Indonesia, tercatat penurunan korban. Tahun 2022 ada 5 juta lebih korban jiwa. Namun,pada tahun 2023 turun menjadi 4 juta lebih korban.

Tahun 2024 HKBN dilaksanakan di Kota Padang, Sumbar. Pemilihan Sumbar, karena segala jenis bencana ada di daerah ini. Bahkan Sumbar diketahui dilewati sesar-sesar yang aktif. Sebagian para pakar sepakat ada sesar megathrust yang memiliki potensi gempa dan tsunami dengan kekuatan gempa mencapai di atas 8 SR.

“Ini bukan menakuti, mungkin gempa dan tsunami terjadi pada zaman kita masih hidup. Bencana kejadian berulang pasti terjadi. Tinggal menunggu. Mu­dah-mudahan tidak terjadi di masa hidup kita,” harapnya.

Suharyanto juga menyampaikan, pada peringatan HKBN Tahun 2024 mengajak masyarakat yang tinggal di pinggiran pantai berdiskusi meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa dan tsunami.

Sementara Menko PMK­ Muhadjir Effendy me­ng­ungkapkan, dari catatannya tahun 2023, Sumbar mengalami 555 bencana alam. Sementara, scara nasional terjadi 5.400 bencana di Indonesia. Berarti angka partisipasi bencana Sumbar sebesar 10,18 persen. “Artinya setiap satu setengah hari terjadi satu bencana. Kalau nasional, 15 kali bencana sehari. Karena itu Sumbar layak dinobatkan provinsi berbencana nasional nomor 2 setelah Jawa Barat (Jabar),” ungkapnya.

Dengan fenomena ben­cana yang sering terjadi di Sumbar ini, maka tidak ada pilihan lain bagi pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten kota, TNI dan Polri serta ma­sya­ra­kat, agar betul-betul menjadikan bencana ini perhatian yang sungguh-sungguh.

“Betapa bahayanya re­siko bencana di Sumbar ini. Kehadiran kita semua hari ini adalah sebagai warning peringatan pada seluruh masyatakat Sumbar, untuk betul-betul melakukan pen­cegahan. Pengurangan resiko bencana harus menjadi program tidak hanya prioritas tapi super prioritas,” tegasnya.

Dengan menjadi super prioritas maka, seluruh kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah harus ada pencegahan resiko bencananya. Mulai dari anggaran, kurikulum di sekolah, dan kegiatan pem­­budayaan kesadaran ma­­s­yatakat. “Pemprov Sum­­bar harus  men­ca­nang­kan tiada hari tanpa sadar bencana,” tegasnya.

Muhadjir juga mengingatkan pemerintah kabupaten kota, agar harus betul-betul mengenali tipe bencana di daerahnya. Tidak cukup memahami saja, tapi harus detail. Informasi dan datanya harus cukup. Termasuk keadaan geologi maupun geografis.

Sumbar menurutnya, termasuk provinsi di bawah lempengan bumi. Kalau terjadi gesekan serudukan antar lempeng, maka terjadi yang namanya megathrust. Dua lempengan di dalam dataran bumi bertubrukan timbulkan efek getaran gempa di atas 8 SR. Di permukaan lapisan bumi terjadinya bencana dahsyat. Di laut terjadi tsunami. “Informasi gempa bu­mi ini bukan menakuti, tetapi agar kita harus memiliki kewaspasdaan tinggi,” tegasnya.

Gubernur Sumbar, Mah­yeldi Ansharullah me­ngatakan, simulasi eva­kuasi gempa dan tsunami pada peringatan HKBN ta­hun 2024 ini bukan untuk menakut-nakuti. Te­tapi untuk mengingatkan sebagian wilayah di Indonesia memiliki ancaman serius gempa dan tsunami dan bencana lainnya.

Mahyeldi mengakui, tidak pernah menduga 2009 terjadi gempa bumi di Sum­­bar. “Di saat kita ma­sih bingung mencari informasi gempa di Aceh sebelumnya. Kota justru diberi cobaan gempa besar tahun 2009. Butuh 10 tahun untuk pulih. Semuanya berkat bimbingan pemerintah dan lembaga internasional. Ini membuktikan kita belum siap dan bingung harus memulai dari mana persiapan menghadapinya,” terangnya.

Mahyeldi juga mengungkapkan kondisi saat ini di tengah masyarakat Sum­bar mulai lupa pernah mengalami bencana gempa yang memilukan hati. Edukasi bencana di sekolah tidak ada lagi, pengawasan bangunan juga mulai ber­kurang, latihan simulasi evakuasi juga jarang dilakukan. Tidak ada lagi rambu-rambu sebagi pe­nunjuk lokasi evakuasi aman. “Inilah contoh yang agak mulai dilupakan. Bius bencana harus melekat di dalam pikiran masyarakat Sumbar secara massif. Agar kita siapsiaga menghadapi bencana. Gempa bumi dan tsunami ancaman serius,” tegasnya. (brm/fan)

Exit mobile version