SOLOK, METRO – Upaya penguatan ekonomi masyarakat di sektor pertanian perlu menjadi perhatian pemerintah sebagai salah satu cara untuk menjaga ketahanan pangan. Rendahnya nilai jual harga sejumlah komoditi pertanian menyebabkan perputaran ekonomi petani menjadi lesu.
Seperti yang terjadi di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Di sana ekonomi masyarakat setempat mayoritas masih bergantung pada hasil pertanian jenis bawang, cabai, tomat dan sebagainya. Sejumlah persoalan kini mulai bermunculan ketika anjloknya harga jual hasil pertanian serta tidak stabilnya harga.
Dikarenakan belum ditetapkan standar harga eceran tertinggi (HET) dari pemerintah. Selain itu, murahnya harga komoditi bawang merah juga disebabkan masih adanya “pelabuhan tikus” yang mengekspor dan impor hasil pertanian.
“Khusus untuk bawang merah ini, kami sangat khawatir dengan rendahnya nilai jual yang tidak sebanding dengan biaya modal penanaman. Harga cenderung tidak stabil karena masih ada aktivitas pelabuhan tikus untuk keluar masuk barang, serta belum ada standar ketetapan harga dari pemerintah,” tutur Hafni Hafiz, petani setempat saat dikunjungi Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Gerindra Andre Rosiade pekan lalu.
Petani Lembah Gumanti menyampaikan harapan dan aspirasi agar bisa disampaikan kepada pemerintah pusat. Di samping itu, masyarakat Lembah Gumanti juga mempertanyakan realisasi dari janji Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat berkunjung ke Lembah Gumanti, November 2016.
“Pada November 2016 lalu menteri Amran Sulaiman pernah berjanji kepada kami masyarakat Lembah Gumanti untuk menetapkan standar harga sejumlah komoditi, termasuk bawang ini dengan harga Rp15 ribu/kg. Namun hingga kini belum terealisasi,” ungkapnya.
Bahkan, katanya, harga bawang turun sampai Rp5 ribu dan Rp7 ribu per kilogramnya, dan membuat semangat petani menurun. “Waktu bertemu menteri kami disuruh untuk menambah lahan sampai 7.000 hektare untuk bisa memenuhi kebutuhan bawang di Pulau Sumatera. Kebutuhan Pulau Sumatera 190 ribu ton per tahunnya jadi masih kurang 100 ribu ton lagi, makanya kami disuruh buka lahan baru sampai 7000 hektar lagi,” ungkap Marnofri Hendri, petani bawang.
Andre Rosiade meminta kepada Menteri Pertanian dan pemerintah pusat agar janji yang sudah diucapkan bisa terpenuhi. “Ini perlu menjadi perhatian, karena para petani inilah yang telah berupaya memenuhi kebutuhan pangan, namun mereka butuh ketetapan standar harga agar seimbang dengan modal penanaman. Bahkan itu sudah dijanjikan oleh menteri pertanian saat mengunjungi masyarakat Lembah Gumanti dengan harga Rp15 ribu per kilonya, tapi sampai sekarang belum ditepati,” jelas Andre Rosiade.
Andre menjelaskan, penetapan harga setiap komoditi hasil pertanian ini perlu dilakukan. Selain untuk menyelamatkan harga jual dan beli di pasaran, upaya tersebut juga berdampak terhadap ekonomi masyarakat itu sendiri.
“Bisa saja, itu beras sudah ditetapkan. Karena dengan inilah harga di pasaran bisa stabil dan petani pun juga tidak kecewa, apalagi sudah pernah dijanjikan dulu, sekarang masyarakat minta realisasinya,” tegas Andre Rosiade yang juga calon anggota DPR RI ini.
Politisi Gerindra itu juga meminta agar pengawasan untuk aktivitas ekspor impor perlu diperketat. “Kemarin masyarakat disuruh untuk buka lahan dan tanam bawang banyak-banyak, sekarang malah tidak diperhatikan,” katnaya.
Menurut Andre, kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi oleh para petani. Jadi aktivitas impor di “pelabuhan tikus” ini harus diatasi agar petani kita bisa sejahtera. Mereka dijanjikan Rp15 ribu per kilo, tapi kenyataan hingga kini harga bawang merah jatuh hingga Rp7 ribu, kan jauh sekali,” pungkasnya. (ndo)
Komentar