TABING, METRO–Tertangkapnya dua kapal milik nelayan di Pessel membuat nelayan harus waspada. Hal ini mengingat masih banyak kapal di Sumbar, khususnya di Kota Padang yang belum selesai proses pengurusan izinnya akibat rumitnya prosedur dan besarnya biaya dalam pengurusan izin kapal.
”Belum lagi kepengurusan surat harus melalui pihak ketiga. Karena anggota kelompok tidak ada yang paham dalam pengurusannya. Tingkat pendidikan mereka rata-rata hanya sampai tingkat SMP,” ungkap Ketua Nelayan Kapal Ikan (KNKI), Edi Pono, Selasa (17/1).
Katanya, dalam mengurus perizinan berlayar sangat berbelit dan memakan biaya yang banyak. Kebanyakan nelayan tidak sanggup untuk mengurusnya, sehingga banyak nelayan modal nekat untuk berlayar. Kalau tidak, dengan apa makan keluarga. Mata pencarian cuma nelayan tidak ada kerja yang lain.
Kalau kapal tertangkap, sebutnya, untuk mengurusnya membutuhkan biaya yang banyak kalau tidak diurus kapal akan jadi bangkai. Kecuali ada orang yang dikenal atau dekingan bisa dipermudah dalam pengurusannya. Jika tidak ada, terima nasib kapal akan jadi bangkai.
”Jadi jika pemerintah memihak dengan nelayan kecil seperti kami, maka untuk mengurus perizinan seharusnya dipermudah. Selama ini kami mengurus memalui pihak ketiga, kalau dapat langsung dari Dinas Perikanan dan Kelautan yang membantu pengurusan surat,” jelasnya.
Dia menyebut, tidak hanya kepengurusan izin berlayar, nelayan juga mengeluhkan bahan bakar minyak untuk melaut. Karena sangat sulit, belum lagi untuk mendapatkannya harus punya surat izin dulu dari DKP. ”Jika tidak orang Pertamina tidak akan memberikan minyak,” katanya.
Dia mengatakan, jika dapat ada kerja sama antara Pertamina dengan Pemko untuk membuat SPBU khusus untuk nelayan. ”Karena aktivitas nelayan sangat padat di Darmaga Muaro Padang. Itulah dua faktor yang menjadi kendala terbesar nelayan saat ini. Semoga saja pemerintah memperhatikan nelayan kecil yang ada di Kota Padang khususnya,” jelasnya. (cr4)
Komentar