Padang Sudah Berusia 351 tahun, Jangan Abaikan Papiko

KUANJI, METRO
7 Agustus 1669 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Padang. Dengan begitu, pada 7 Agustus 2020, Kota Padang sudah berumur 351 tahun. Secara umur kota yang berjuluk Ranah Bingkuang ini telah memasuki usia tiga setengah abad, tentu kota ini lebi tua dari Kota Pekanbaru, ibukota Provinsi Riau yang ditetapkan 23 Juni 1784 silam.

Namun, secara pembangunan di sektor infrastruktur fisik, Kota Bingkuang ini jauh tertinggal secara fisik. Dan tak bisa disangkal, di sektor ekonomi, Padang juga jauh tertinggal. Ironinya, kota ini sudah beberapa putaran tertinggal. Buktinya, kalau Kota Pekanbaru itu ditinggalkan sebulan, lalu kembali ke sana, maka bisa tersesat.
Karena begitu cepatnya perubahan dampak dari pembangunan fisik.

Di satu sisi jika Kota Padang ini ditinggalkan selama satu tahun, lalu kembali lagi ke titik yang sama. Maka tidak akan pernah tersesat, sebab tidak ada pembangunan secara signifikan.

“Maka dengan memomentum umur kota yang sudah berumur 3,5 abad ini, perlu peningkatan pembangunan fisik secara merata ke bagian timur Kota Padang,” ujar Praktisi Adat dan Budaya Kota Padang, Zul Akmal Naro Dt Rj Jambi S Sos, Kamis (6/8).

Katanya, memang tak terlepaskan, kota ini terlahirkan secara historis karena keheroikan para pandeka (pendekar-red) Urang Pauh yang menyerbu Loji VOC Belanda di Muara Kota Padang pada 7 Agustus 1669 silam. Salah satu tokohnya Si Patai Rj Jambi, yang juga dijuluki Robin Hood Kota Padang zaman itu.

“Maka di samping itu tak terbantahkan Pauh dan nagari sekitarnya atau Padang Pinggiran Kota (Papiko) pusek jalo pumpunan ikannya Kota Padang,” ujar Zul Akmal Naro yang juga Plt Pangulu Koto Nan Baduo Tapian Kalumbuk Nagari Pauh IX Kuranji.

Ia menjelaskan, secuil sejarah Pauh awalnya bataratak Mako badusun, badusun Mako Bakoto, Bakoto Banagari dipimpin Raja Kecil Rajo Putih dari Suku Melayu. Kala itu Pauh itu meliputi Koto Tangah hingga Luki dan Bungus. Namun, syarat nagari harus ada empat, empat suku harus ada yang tuo. Maka turun dari Solok Suku Caniago Dt Rj Kasumbo, suku Koto Dt Rj Anggang, Suku Jambak Dt Rj Perak dan Tanjung dan Sikumbang Dt Sangkoni Dirajo.

“Artinya, nagari baampek suku, dalam suku babuah paruik, dalam paruik ba nan tuo, “ kata Naro.

Namun, sering dengan perkembangan sekaligus berpindahnya pusat perkantoran Pemko Padang ke bagian timur, yakni Aiapacah perbatasan Nagari Pauh IX Kecamatan Kuranji dengan Nagari Koto Tangah Kecamatan Koto Tangah, mau tak mau kebijakan perkembangan pambangunan diarahkan ke bagian timur Papiko. Logikanya, jika pembangunan masih berputar putar bagian barat Kota Padang tentu berbenturan dengan kawasan pantai laut.

Tapi jika ditilik di kawasan Papiko terangnya, masih banyak ditemukan sarana jalan berlubang-lubang bahkan jalan tanah. Artinya, pembangunan infrastruktur sarana jalan di kawasan Papiko ini masih belum maksimal.

“Namun, dalam pelaksanaan pembangunan di kawasan Papiko harus memperhatikan dan jangan mengabaikan sisi adat budaya dan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Papiko,” ujar Naro panggilan akrab Zul Akmal.

Kenapa begitu ungkapnya, sebab kecamatan yang ada di kawasan Papiko ini masih kental kehidupan adat dan budayanya. Karena sebelum tahun 1982 lalu, kawasan Papiko terdiri dari pemerintahan nagari Kabupaten Padangpariaman. Lalu, bergabung ke administrasi Kota Padang kawasan Papiko tahun 1982 silam. Kemudian, masih kuat nilai-nilai adat dan budaya serta nilai-nilai kearifan. Ini dibuktikan anak Nagari Pauh IX ingin mengembalikan nama Kecamatan Kuranji ke nama nagari asalnya Kecamatan Pauh IX.

Hal ini dibenarkan Ketua Badan Musyawarah Pembangunan Nagari (BMPN) Pauh IX M Fikar Dt Rajo Magek SAg, MM, MPd. Dalam waktu dekat, ia akan melaksanakan rapat kerja akan membahas aspirasi anak nagari soal perubahan nama kecamatan ke Pauh IX. “Setelah dirakerkan akan dilanjutkan ke tahap berikutnya ke tahap seminar,” ujar Fikar. (boy)

Exit mobile version