Presiden Jokowi Sebut Pengelolaan Ekonomi Fokus Perluas Penyerapan Tenaga Kerja

SOLO, METRO–Dunia saat ini menghadapi gejolak ketidakpastian tantangan yang tidak mudah. Semua negara me­ngalami, termasuk Indonesia. Bahkan, negara-negara maju masuk ke jurang resesi.

“Kita tahu 96 negara sudah menjadi pasien IMF (International Monetary Fund). Sebuah angka yang menurut saya sangat me­ngerikan,” ujar Presiden Joko Widodo (Jokowi) da­lam pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII di Ballroom Hotel Alila, Solo, Kamis (19/9).

Oleh sebab itu, pe­nge­lolaan ekonomi nasio­nal harus fokus pada pencip­taan lapangan kerja. Me­ngingat, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada 2030. Yang mana bisa menjadi kekuatan, di sisi lain dapat menjadi beban.

Bonus demografi menjadi kekuatan seiring de­ngan jumlah penduduk usia produktif yang besar. Namun, bisa menjadi bencana jika penduduk usia pro­duktif itu tidak dipersiapkan dengan baik oleh pemerintah.

“Karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja untuk sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan. Too few jobs for too many people. Ini yang harus kita hindari,” ujar Jokowi.

Dengan demikian, bonus demografi ini membutuhkan pembukaan kesempatan kerja yang sebesar-besarnya. Masalahnya, saat ini dunia dihadapkan pada tantangan yang berat. Sehingga menghambat penyerapan pasar tenaga kerja.

Tantangan yang pertama adalah perlambatan ekonomi global. Pada 2023, World Bank menyebutkan bahwa perekonomian global hanya tumbuh 2,7 persen. Tahun ini diperkirakan hanya 2,6 persen. Sedangkan, tahun depan diproyeksi tumbuh sedikit membaik sebesar 2,7 persen.

Perkembangan tersebut membuat hampir semua bank sentral negara dunia memperketat kebijakan moneter. Agar inflasi tidak semakin naik.

“Artinya apa kalau mo­neter direm? Artinya industri pasti akan turun produksinya. Otomatis per­dagangan global akan turun kapasitasnya,” beber Presiden Jokowi.

Tantangan berikutnya peningkatan otomasi di berbagai sektor kerja. Se­perti otomasi mekanik, teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence), dan otomasi analitik. Jo­kowi memperkirakan, pada 2025 sebanyak 85 juta pekerjaan akan hilang.

“Sebuah jumlah yang tidak kecil. Kita dituntut untuk membuka lapangan kerja. Justru di 2025, 85 juta pekerjaan akan hilang, karena adanya peningkatan otomasi di berbagai sektor,” kata Jokowi.

Apalagi, belakangan ini gig economy (ekonomi serabutan) tengah menjadi tren. Presiden mengingatkan bahwa sistem ini memungkinkan perusahaan memilih mempekerjakan karyawan paro waktu. De­ngan tujuan untuk me­ngurangi risiko ketidakpastian global yang sedang terjadi.

“Ini trennya kita lihat menuju ke sana. Dan yang bekerja itu bisa bekerja di sini, bisa bekerja di negara lain. Sehingga sekali lagi, kesempatan kerja semakin sempit dan semakin ber­kurang,” imbuh Jokowi.

Ketua Umum ISEI Perry Warjiyo menilai, koordinasi moneter, fiskal, dan stabilitas makroekonomi Indonesia merupakan sa­lah satu contoh terbaik agar perekonomian bisa tumbuh 5,1 persen pada triwulan II 2024. Tren pengangguran dan kemiskinan juga menurun dalam lima tahun terakhir.

ISEI merekomendasikan untuk mengakselerasi transformasi ekonomi Indonesia dengan men­do­rong hilirisasi pangan. Se­bab, sektor pangan ber­peran signifikan da­lam pe­nyerapan tenaga kerja. Ketahanan pangan nasional dapat mengu­rangi ketergantungan impor. Sehingga mampu men­dukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. (jpc)

Exit mobile version