Oleh:Dr. Ir. Tinda Afriyani, M.P. (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas)
Penyakit Lumpy Skin Disese (LSD) merupakan penyakit pada hewan ruminansia seperti kerbau, sapi dan beberapa jenis hewan ruminansia liar yang disebabkan oleh virus Pox. Penyakit LSD merupakan penyakit yang tidak menular pada manusia, meskipun begitu hewan yang diserang LSD bisa menyebabkan kerugian yang besar, karena virus ini menyebabkan hewan sakit dan kerusakan kulit.
Beberapa akibat yang akan timbul karena virus ini adalah kehilangan berat badan hewan, hilangnya nafsu makan pada hewan, kerusakan kulit hingga kemandulan dan keguguran pada sapi jantan dan betina.
Beberapa gejala yang timbul ketika LSD menyerang hewan adalah seperti timbulnya demam, benjolan pada kulit dengan bentuk yang jelas, muncul keropeng di hidung dan rongga mulut dan pembengkakan kelenjer pertahanan hewan. Benjolan-benjolan pada hewan akibat virus ini juga biasa disebut penyakit kulit benjol.
Berikut beberapa jalur penularan penyakit ini dari satu hewan ke hewan lain adalah: 1. Ditularkan oleh serangga yang terbang dan penghisap darah seperti nyamuk, lalat dan serangga lain, 2. Terjadinya kontak langsung antara hewan yang sakit dengan yang sehat, 3. Penularan dari induk hewan terinfeksi yang sedang mengandung melalui air susu, 4. Melalui jalur suntik yang digunakan secara berulang dan tidak steril, 5. Melalui pakan dan air minum yang tercemar ludah atau cairan hewan yang terinfeksi.
Dikutip melalui Naipospos, 2021 perpindahan hewan antar daerah lain sangat mempengaruhi penyebaran dari penyakit, lebih dari 45% kelompok ternak dapat terinfeksi dengan tingkat kematian mencapai 10%. LSD pertamakali terjadi di Zambia, Afrika pada tahun 1929 dan terus menyebar hingga ke benua Afrika, Eropa dan Asia.
Pada tahun 2019 LSD dilaporkan terdapat di China dan India lalu setahun setelah itu dilaporkan di Thailand, Kamboja dan Malaysia. Data terbaru menyebutkan bahwa Akhir – akhir ini telah mewabah penyakit baru yang menyerang ternak di Indonesia. Penyakit Lumpy Skin Disesase (LSD) telah terjadi pada ternak sapi di Provinsi Riau sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 242/KPTS/PK.320/ M/3/2022 Tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Kulit Berbenjol (Lumpy Skin Disesase) di Provinsi Riau dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) juga telah terjadi di Provinsi Aceh dan Provinsi Jawa Timur.
Pencegahan dan pengendalian dari penyakit LSD ini dapat dilakukan dengan cara : 1. Menjaga jarak dan melakukan surveilans untuk deteksi LSD pada wilayah 20 kilometer dari zona yang terinfeksi. Hal ini diselenggarakan oleh pemerintah pusat, kementrian yang bertanggungjawab dalam bidang kesehatan hewan, 2. Melarang impor ternak sapi dan kerbau dari produk negara yang ternaknya terinfeksi, 3. Melakukan pengawasan yang ketat terhadap ternak yang masuk di wilayah bebas LSD, 4. Perancanaan vaksin darurat terhadap LSD yang digalangkan oleh Pemerintah Pusat.
Beberapa hal yang harus dilakukan bagi negara yang terinfeksi LSD adalah : 1. Membatasi hewan yang terinfeksi dengan yang sehat di wilayah yang tertular, serta dibantu dengan vaksinasi virus LSD, 2. Melaksanakan pembatasan pergerakan hewan yang terinfeksi, 3. Melakukan pembuangan hewan mati dengan benar, contohnya dengan pemabakan dan mensterilkan tempat dan peralatan, 4. Patuh terhadap protokol yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE).
Selain kewaspadaan terhadap penyakit LSD, penyakit hewan lain yang rentan tertular pada ternak adalah penyakit PMK (Penyakit Mulut dan Kuku). PMK merupakan penyakit menular yang menyerang hewan ternak yakni sapi, kerbau, domba dan babi dengan memiliki tingkat penularan mencapai 90-100% dan sama-sama menyebabkan kerugian yang besar bagi negara. PMK dan LSD merupakan penyakit hewan yang tidak menular kepada manusia.
PMK disebabkan oleh virus dengan genus Aphthovirus dari famili Picornaviridae. Virus ini dikenali dengan gejala terdapat luka dan sariawan di dalam rongga mulut seperti gusi dan lidah, di sela kuku kaki dan area ambing susu hewan betina. Hewan yang terinfeksi akan mengalami demam dan mengeluarkan lendir yang banyak dari mulut hingga mengalami pincang.
Cara mendiagnosa penyakit PMK adalah dengan melakukan uji jaringan sampel darah dan cairan kerongkongan yang dilakukan oleh BBVet Wates dan instansi yang terkait. Hal yang harus diperhatikan selain mendiagnosa adalah penanggulangan dan memberantas PMK, yakni dengan cara membatasi lalu lintas ternak antar wilayah, pemusnahan jeroan dari hewan terinfeksi, melakukan vaksin.
Perlunya anggota kelompok ternak di setiap daerah untuk mengetahui dan paham akan gelaja yang ditimbulkan, agar ternak sapi terhindar dari penyakit tersebut.
Jika terdapat hewan ternak yang memiliki ciri dan gejala yang sama pada penjelasan penyakit LSD dan PMK, segeralah melakukan laporan kepada pihak yang berwenang menangani kesehatan hewan, terkhusus kelompok ternak Batu Kalang Indah di Nagari Ampang Pulai Kecamatan Koto IX Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan segera melapor ke UPTD Kesehatan Hewan di Tarusan dengan bapak Yusril untuk mengantisipasi penyakit tersebut. (***)
Sumber : 1. Drh. Pudjiatmoko, Ph.D, 2021, Pencegahan Penyakit Sapi Lumpy Skin Disease Masuk ke Indonesia, 2. Pertapa, 2022, Waspada Penyakit Mulut dan Kuku Pada Hewan Ternak Anda, 3. BBVet Wates, Lumpy Skin Disease : Ancaman Baru Sapi dan Kerbau Indonesia.