PADANG, METRO–Masa kampanye yang telah berlangsung pada 27 Agustus lalu hingga saat ini masih terasa adem ayem saja. Hal ini terjadi karena dibatasinya pasangan calon maupun partai untuk melakukan sosialisasi dan kampanye. Dengan begitu, seharusnya KPU selaku penyelenggara pemilu harus bergerak terus mempromosikan dan mensosialisasikan pemilu jika ingin meraih partisipasi pemilih yang tinggi.
Dengan dibatasinya pasangan calon untuk bersosialisasi, diprediksi membuat tingginya angka golongan putih (golput) di Sumbar. Menurut sejumlah pengamat politik, jika tak ada upaya khusus untuk menyikapi ini, maka partisipasi pemiih pada Pilkada serentak hanya di angka 60 persen saja. Artinya angka golput akan mencapai 40 persen. Jika ini terjadi, maka angka golput pada pilkada serentak mendatang akan menjadi rekor tertinggi selama beberapa tahun perhelatan politik yang berlangsung di Sumbar.
Menurut Pengamat Politik Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi, berkaca pada dua Pilkada sebelumnya, yakni Pilgub 2005 yang partisipasinya hanya 64,3 persen, dan Pilgub 2010 malah turun jadi 63,62 persen. Bahkan, di tahun ini dengan mekanisme yang yang ada saat ini, akan mengancam lebih rendahnya angka partisipasi pemilih.
”Ini harus disikapi semua pihak. Terutama bagi pasangan calon, Pilkada sekarang kan, soal sosialiasi tidak semasif dulu, dan di media massa pun juga dibatasi. Ancaman Golputnya memang besar kalau begini,” tukas Asrinaldi saat dihubungi (8/9).
Mestinya, terang dia, keterlibatan media harusnya kuat, tapi aturan seolah membatasi hal tersebut. Menurutnya, aturan itu perlu dievaluasi, demi mendorong partisipasi pemilih. ”Aturan itu, niatnya baik tapi kurang berkeadilan. Padahal masyarakat itu berhak mendapatkan informasi yang banyak soal calon yang akan mereka pilih,” jelasnya.
Dikatakannya, kurangnya sosialiasi bisa menyebabkan golput tinggi, terlebih sosialisasi tersebut akan dijadikan rujukan dan berdampak pengetahuan masyarakat. Karena, karakter pemilih di Sumbar terang dia, masih mengadopsi budaya subyektif. Ketertarikan untuk datang ke TPS, lebih melihat sosok, figur, kedekatan emosional. Jika karakter tersebut dihadapkan dengan minimnya sosialisasi, maka akan lebih menurunkan partisipasi.
Senada, Pengamat Politik dan Hukum IAIN Imam Bonjol Padang, Muhammad Taufiq menilai pelaksanaan Pilkada serentak yang bakal dihelat KPU pada 9 Desember nanti, gaungnya kurang terasa. ”Sejauh ini kita sering mendengar bahwa KPU mengaku sudah melakukan berbagai cara atau sosialisasi agar bisa pilkada serentak nanti banyak pemilihnya. Namun di satu sisi kita lupa alat untuk mengukur sudah sejauh mana sosiaslisasi itu dilakukan KPU tidak ada sama sekali,” ungkapnya saat dihubungi, Selasa (8/9).
Menurut M Taufik, penjelasan KPU bahwa sudah dilakukan sosialisasi Pilkada itu semata-mata hanya menurut kaca mata KPU saja. Artinya, tolok ukur yang dibuat KPU untuk sosialisasi itu adalah sisi kuantitasnya saja. Sedangkan dari sisi kualitasnya belum jelas terukur. Sementara dana yang dianggarakan pemerintah untuk tahapan sosialisasi pilkada kepada KPU cukup besar, setidaknya mencapai Rp30 hingga Rp35 miliar lebih.
”Artinya, sejauh mana output yang dihasilkan dari sosialisasi yang dilakukan itu belum begitu terlihat jelas. Pasalnya selama ini tidak ada lembaga yang bisa mengukur atau mengaudit sudah sejauh mana kualitas sosialisasi pilkada itu, kecuali KPU sendiri,” tandasnya.
Namun saat ini dia menilai, masih kurang terasanya sosialisasi Pilkada juga akibat dari regulasi yang dilahirkan pemerintah. Itu terlihat dari tahapan kampanye yang dituangkan dalam PKPU No.7/2015. Dalam aturan itu, kampanye pasangan calon dilakukan atau dihandel oleh KPU dan bukan pasangan calon. Setelah diamati, ternyata aturan atau mekanisme tersebut nyatanya membatasi ruang gerak dari Paslon. Misalnya Paslon tidak dibenarkan membuat baliho atau spanduknya, kecuali KPU yang membuat.
Sementara itu, Komisioner Divisi Sosialisasi KPU Sumbar, Nova Indra kepada wartawan mengatakan, KPU Sumbar berkomitmen mencapai target partisipasi nasional diangka 77,5 persen. Pihaknya sudah gencar melakukan serangkaian upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Indra yakin, upaya tersebut akan membuahkan hasil dengan target partisipasi minimal 70 persen. “Dalam memacu target nasional, di Sumbar kita maksimal tapi tergantung pada peran masyarakat,” ujar Nova, Selasa (8/9). (d)
Komentar