Tiga Ranperda Dibahas Bersama Mitra Pansus

DEWAN Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Padang melalui Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk melakukan pembahasan terkait tiga Rancangan Peraturan Daerag (Ranperda) yang diajukan pemerintah Kota Padang pada rapat paripurna Senin (5/10) lalu. Pembahasan Pansus bersama pihak-pihak terkait dilaksankan di Grand Inna Padang Hotel. Kamis (5/11).

Tiga Ranperda yang dibahas tersebut adalah Ranperda Penanganan dan Pengendalian Rabies, Ranperda Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaraan Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN-PN) serta Ranperda Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Ranperda dibahas sesuai dengan Pansung masing-masing.

Ranperda Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaraan Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN-PN) merupakan salah satu Ranperda yang cukup menarik dalam pembahasan Pansus III.

Ketua Pansus III DPRD Kota Padang Pun Ardi mengatakan, rapat pembahasan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak untuk kesempurnaan dalam ranperda. Raperda ini lebih menekankan pada fasilitas dan rehabilitasi pecandu untuk memulihkan ketergantunagan narkotika dan precursor narkotika sehingga pecandu dapat kembali kepada kehidupan normal.

Wakil Ketua Pansus III Azwar Syiri, juga menjelaskan Ranperda ini merupakan inisi dari DKK Kota Padang. Dalam pelaksanaan nantinya tidak diinginkan adanya tumpang tindih saat penindakan.

Dia juga menyampaikan, dalam hal sosialisasi nantinya, diharapkan tidak seperti selama ini melibatkan semua pihak sehingga tidak terarah. Menurutnya, dalam melakukan sosialisasi cukup satu tim yang didalamnya terdiri dari berbagai unsur. “ Saya yakin ini akan lebih terarah,” ungkapnya

Dalam pembahasan yang melibatkan perwakilan dari Bundo Kanduang, Kemenang, Badang, BNK, Polresta Padang dan berbagai pihak ini, banyak masukan dan saran yang diberikan, termasuk anggota pansus III.

Seperti disampaikan Azwar Siry, salah satu yang dibahas dalam rapat tersebut adalah persoalan anggaran. Apakah mampu APBD Kota Padang dalam pelaksanaan Perda ini nanatinya, atu memang harus mencari anggaran ke Pusat.

Menurutnya, dukungan anggaran sangat penting dalam pelaksanaan Perda Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaraan Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika ini. Apalagi Ranperda tersebut lebih mengarah pada pencegahan dari pada penindakan.

“Untuk penindakan itu sudah menjadi bagian dari tugas dari Kepolisian dan aparat hukum lainnya. Karena ini lebih mengarah kepada pencegahan tentu kita akan lebih banyak melibatkan peranan pihak –pihak lainnya,” ungkapnya.

Osman Ayub, anggota Pansus III, juga menambahkan. pembentukan tim pelaksanaan perda itu nantinya tidak terlepas dari dukungan pembiayaan. Karena itu, jika bercermin pada daerah lain, mereka didukung dari anggaran pusat.

“Kalu kita mengandalkan APBD kita, saya yakin tidak akan terakomodir dengan baik. Karena itu, harus ada yang mampu menggaet anggaran dari Pusat, sehingga penerapan Perda ini nantinya bisa terlaksana sesuai dengan tujuan Ranperda yang kita bahas saat ini,” ungkapnya.

Faisal Nasir, anggota Pansus III, juga menambahkan, bicara tentang Ranperda Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN-PN), tentu ini akan menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Kota Padang untuk mengambil langkah dalam rangka melindungi masyarakat dari bahaya yang dapat mengancam kehidupan masyarakat terutama generasi muda penerus Bangsa agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika.

Karena itu, salah satu tugas pemerintah daerah dalam melakukan fasilitasi pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika dengan membentuk sebuah peraturan daerah.

Namun dia menyayangkan, pada saat pembahasan kemarin, DKK sebagai yang menginisiasi Ranperda tersebut tidak hadir.

“Sebenarnya banyak yang mau kita tanyakan, terkat dari dasar pembentukan Ranperda ini, juga apa saja yang termasuk masuk dalam kategori Narkotika ini, sebab saat ini, selain narkoba jenis ganja dan sabu-sabu, penggunaan lem juga sudah sangat menghawatirkan,” kata Faisal Nasir.

Terkait Ranperda Penanganan dan Pengendalian Rabies yang dibahas Pansus II, Muhidi selaku Ketua Pansus II mengatakan berdasarkan data dari Januari-Juli 2019, kasus gigitan Hewan Penularan Rabies (HPR) terjadi sebanyak 553 kasus.

“Kasus HPR paling tinggi terjadi di Dharmasraya, sebanyak 108 kasus, Tanah Datar sebanyak 57 kasus dan Kota Padang sebanyak 56 kasus. Alhasil, Sumbar menjadi daerah nomor dua tertinggi di Indonesia dalam kasus HPR,” ucapnya.

Untuk itu, dalam Renperda penanganan dan pengendalaian rabies, akan ada sanksi bagi setiap orang yang memelihara atau menelantarkan hewan yang terindikasi rabies. “Denda perlu diberlakukan agar masyarakat yang memiliki HPR dan menjaga hewannya sehingga tidak menularkan rabies,” ucapnya.

Sementara itu Ketua Pansus I Ranperda Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), Zulhardi Z Latief menyampaikan dibentuknya Ranperda AKB tujuannya agar legalitasnya diakui serta sanksi yang ditetapkan bagi pelanggar, dananya bisa masuk ke Padang.

“Jika kita tak miliki perda, tentu sanksi yang Rp250 ribu ke provinsi mengalirnya. Kita rugi jadinya, karena hanya ada sanksi sosial dan tipiring,” ujar kader Golkar ini.

Ia tak ingin warga dirugikan, namun untuk kekuatan hukum perlu Ranperda AKB dijadikan perda. Ia mengimbau kepada warga untuk patuhi aturan dalam beraktivitas. Agar penularan virus tak terjadi dan keselamatan terwujud. (*)

Exit mobile version