Untuk negara demokrasi ‘darah penghabisan’ adalah pengadilan. Karena itu mengapa saya selalu mengatakan: hukum dan demokrasi tidak bisa dipisahkan. Hukum tidak akan bisa adil atau demokrasi tidak baik. Demokrasi tidak dewasa kalau hukum tidak adi. Itulah inti tulisan ini. Pak Prabowo sudah berjuang sampai titik darah penghabisan. Untuk sebuah negara demokrasi. Yakni sudah menempuh jalur hukum yang final: Mahkamah Konstitusi.
Dan Anda sudah tahu putusan ya. Kita terikat pada putusan itu. Saya tidak akan membahas kualitas putusan itu. Juga tidak membahas apakah hukum sudah adil. Apakah aturan sudah dilaksanakan. Apakah demokrasi sudah dewasa. Apakah pemilu sudah jujur. Rakyat sudah sangat dewasa menilai semua itu. Agenda kita berikutnya adalah: apa saja yang harus diperbaiki di bidang hukum. Juga di bidang pelaksanaan pemilu —sebagai perwujudan demokrasi.
Tugas ini baiknya diambil oleh akademisi. Sudah waktunya BEM mahasiswa se-Indonesia menyusun agenda. Membuat agenda setting. Demikian juga forum rektor. Hasil forum akademisi itu berupa road map yang konkrit menuju demokrasi yang dewasa dan hukum yang adil. Sekongkrit Google Map. Yang tujuannya jelas. Yang rutenya jelas.
Waktunya sudah mepet. Tahun ini wacana publik mulai didengungkan. Mestinya. Tahun depan pembahasan yang mendalam. Sampai pada agenda perbaikan. Sampai pada daftar rute yang harus dilalui.
Itu sudah tahun 2020. Tahun 2021 sudah tiba saatnya legislatif melakukan pembahasan perbaikan itu. Yang direkomendasikan akademisi itu. Kita tidak punya waktu lagi.
Forum rektor dan mahasiswa lantas mengontrol: apakah DPR membahasnya dengan baik. Inilah perjuangan demokrasi yang sebenarnya. Agar DPR tidak membuat putusan yang hanya melestarikan kemapanan mereka. Seraya mengabaikan perjuangan demokrasi yang murni. Lalu masuk ke pemilu berikutnya. Tanpa calon incumbent. Wassalam.(*)
Komentar