Keterlibatan pasangan suami istri dalam tindakan kriminal sangat memprihatinkan kita bersama. Apakah karena kondisi ekonomi yang sulit, lapangan pekerjaan yang sempit atau ingin cepat kaya dengan cara yang tidak rumit. Apapun alasannya agama menganjurkan bahwa carilah rizki yang baik dan halal.
Dalam awal Ramadhan ini dari sekian banyak kasus keterlibatan satu keluarga pasangan suami istri (pasutri) dalam tindakan kriminal, satu diantaranya terjadi di wilayah hukum Polres Dharmasraya. Pasutri diduga memiliki, menyimpan dan mengenakkan narkoba jenis sabu. Mereka diamankan di rumahnya di Jorong Sungai Kemuning, Kenagarian Sungai Rumbai, Kecamatan, Sungai Rumbai, Dharmasraya.
Peristiwa yang terjadi di Dharmasraya tentu tidak berdiri sendiri. Ada sindikat atau jaringan Narkoba yang setiap waktu bisa membahayakan generasi muda. Banyak cara yang dilakukan pengedar benda haram itu untuk menjaring konsumennya. Mulai dari gratis hingga candu, lalu berujung pada pemerasan keuangan si korban.
Hari ini Narkoba menjadi musuh kita bersama. Lantaran musuh bersama tentu bukan polisi sendiri yang diberikan tugas untuk memberantasnya. Semua kita harus terlibat, mulai dari lingkungan keluarga, warga sekitar hingga wilayah yang lebih luas. Jangan pernah ada kesempatan diberikan pada Narkoba untuk mendekati diri dan keluarga kita.
Lantaran begitu dahsyatnya peredaran Narkoba hingga melibatkan orang sekeluarga seperti Pasutri di Dharmasraya, ini menunjukkan bahwa tungek alah mambaok rabah. Seorang suami begitu teganya melibatkan istri dalam perdagangan benda haram. Di mana letak kepeduliannya sebagai pemimpin keluarga. Jangankan untuk orang banyak, keluarga sendiri mau ia hancurkan.
Berkaca dari fenomena ini dan kita yakini sebagai gunung es yang hanya permukaan saja yang terlihat, semua pihak harus lebih pro aktif menjaga diri dan lingkungan. Narkoba bisa diseludupkan dengan berbagai cara, bahkan teknologi pendeteksi canggihpun masih bisa diakali oleh pelakunya. Apalagi hanya untuk disimpan dan diedarkan di perumahan, bahkan sampai pelosok kampung.
Hari ini Narkoba bukan hanya mengancam masyarakat perkotaan dan kalangan berduit. Ia tidak lagi identik dengan barang langka yang ada di diskotik atau klub malam. Ia semakin berbahaya menggurita hingga pelosok desa dan nagari. Kasus di Dharmasraya menjadi bukti bagi kita bersama bahwa barang haram itu selau siap mengintai mangsa mangsanya, terutama generasi muda.
Ketahanan keluarga dan ketahanan kampung menjadi kekuatan penangkal utama. Aparat dan pihak yang terkait bukanlah ujung tombak utama dalam penangkalan dan pencegahan. Dalam cakupan lebih luas, tentu tagak kampung paga kampung, tagak nagari paga nagari. Orang orang kampung lah yang lebih proaktif dalam mengatasi masalah ini.
Era individualisme yang begitu kental di tengah masyarakat harus dicairkan dengan rasa saling peduli, saling menjaga dan saling mengingatkan. Kecenderungan manjanya masyarakat dari program pemerintah di segala bidang, dikhawatirkan menurunkan tingkat partisipatif masyarakat terhadap lingkungan.
Kini begitu langka kita temukan lingkungan di pelosok negeri yang masih aktif sistem keamanan limgkungan (siskamling) nya. Pos pos pemuda lebih banyak digunakan sebagai tempat nongkrong nongkrong dan bagadang di tempat. Justri dikhawatirkan berkumpul tidak produktif dan termonitor, justru membuka peluang para pengedar untuk masuk.
Lembaga masyarakat masyarakat masih banyak yang berintegritas. Tak butuh anggaran untuk membuat program sosialisasi kepada masyarakat perihal tindakan kriminal dan Narkoba. Semestinya lembaga tersebut dirangkul sebagai benteng terdepan mengawasi dan mengatasi peredaran narkoba hingga ke pelosok kampung. Kejadian adanya oknum pasutri pengedad di Dharmasraya cukup menjadi pelajaran bagi kita bahwa setiap saat narkoba bisa masuk ke lini mana saja. (*)
Komentar