Pesta demokrasi Pemilu 2019 telah usai dengan segala dinamika dan berbagai cerita di balik hari bersejarah di 17 April kemaren. Kalah menang sudah biasa wakaupun hingga saat ini putusan final belum ada. Namun ibarat pepatau, kilek kaco lah ka muko, kilek baliyuang lah ka kaki. Bakilek ikan dalam air, alah jalaih jantan batinonyo.
Perhelatan Pemilu memang menghabiskan banyak energi, tak hanya bagi peserta dan tim sukses saja. Hingga masyarakat di pelosok kampung energi mereka, waktu mereka hingga perdebatan mereka juga menghabiskan energi. Energi yang terkadang membawa emosional hingga perbedaan pendapat sampai berkareh arang.
Ibarat basilang kayu mako api rancak iduik nyo, hendaknya demikian juga dengan Pemilu yang persiapannya berbulan bulan bahkan bertahun tahun. Perbedaan pendapat dan pilihan hanya sebuah proses dan dinamika menuju demokrasi yang lebih baik. Menang tak usah terlalu bereforia, kalah tak perlu berputus asa.
Pemilu serentak dengan lima pilihan di kotak suara memang sesuatu yang luar biasa. Pemilihan yang disertai Pilpres yang hanya dua pilihan membuat dua kubu politik yang selau memberi daya tarik dan saling tarik menarik. Selain itu pemilihan legislatif untuk empat kelompok menambah panik sebagian pemilih apalagi mereka yang tak bisa tukis baca, tanpa dipandu gambar caleg nya.
Energi yang habis dan fokus untuk Pilpres tak menyisakan tenaga ekstra untuk kosentrasi di Pileg. Dampaknya banyak yang pasrah dan kebingungan siapa yang mau dipilih di legislatif. Bertanya di arena TPS tak elok pula, bisa membuat gaduh dan bisa bikin rusuh. Maka beruntunglah yang mendapatkan bola liar, menancap paku di namanya.
Membicarakan peuang yang menang di Pilpres sepertinya kurang seru karena di medsos tak habis habisnya pembahasan itu. Tetapi meski terlupakan, membicarakan peluang caleg di setiap tingkatan cukup menarik dilihat. Minimal melihat potensi yang akan duduk, persaingan antara incumbent dengan calon lainnya.
Kini masyarakat tentu berharap sehabis jari dicelupkan ke tinta hasilnya dapat membawa kebaikan bagi kehidupan mereka. Para wakil yang terpilih hendaknya benar benar dapat memberikan harapan perubahan, sesuai dengan tugas wakil rakyat. Jangan hanya sebatas duduk tapi tak paham dan tidak menjalankan kedudukan tersebut. Berjanji begitu ber api api tetapi tanpa ada realisasi.
Biduak lalu kiambang batauik. Kembali merangkai kebersamaan yang sedikt bercerai berai. Hari hari akan terus dilalui sesuai dengan profesi masing masing. Tak boleh bercerai berai apalagi basiarak dalam kehidupan. Lima tahun lagi juga masih ada Pemilu, yang masih punya raso untuak bisa terpilih tinggal menghitung rasionalitas.
Selamat bagi yang berpeluang terpilih. Amanat rakyat bukanlah hadiah atau sekadar untuk gagah gagahan. Ada konsekwensi di balik suara itu, yang pertanggungjawabannya hingga di akhirat nanti. Simak dan ikuti penghitungan yang masih terus berlangsung, tentu dengan harapan seluruh pihak yang terlibat bisa menjaga independensi. Tak memihak, tak mengalih alihkan suara. Ingat, jajaran penyelenggara Pemilu itu disumpah dalam menjalankan tugas. (*)
Komentar