Enaknya jadi narapidana (napi) di Indonesia. Selama di kurung biaya hidup ditanggung negara. Apalagi napi korupsi, keluar penjara juga masih bisa hidup enak dengan uang korupsi yang disimpannya. Sebut saja pada kasus dugaan korupsi proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kementerian PUPR dan pengembalian uang suap oleh PPK ke KPK, tentu tidak melepas tanggungjawab hukumnya.
Hukuman untuk napi apalagi terpidana korupsi sebaiknya tidak dipenjara. Sebab seorang napi akan menjadi tanggungan dan beban negara. Ada biaya yang ditimbulkan untuk seorang napi. Selain itu, pelaku korupsi sudah cerdik dalam menyimpan uang hasil korupsinya. Kalau dulu di Bank Swiss. Tapi sekarang tidak lagi karena Indonesia sudah bekerjasama dengan negara tersebut.
Biaya yang dikeluarkan negara untuk “memelihara” napi tidaklah sedikit. Misalkan seorang napi akan membutuhkan biaya makan, pakaian dan kesehatan serta fasilitas lainnya paling sedikit dirata-ratakan Rp.50.000 per hari. Artinya negara membiayai seorang napi sebanyak Rp.1,5 juta per bulan untuk seorang napi, atau Rp.18.250 juta per tahun.
Kalau sebuah lembaga pemasyarakatan (lapas) berpenghuni 1000 orang narapidana, maka biaya yang harus disediakan negara sebanyak Rp.1,5 miliar per bulan per lapas atau Rp.18 miliar per tahun per lapas. Berapa banyaknya lapas di Indonesia? Kalikan saja. Bisa sampai triliun jumlahnya.
Padahal mereka terpidana karena memakan uang rakyat, tapi dipenjara malah difasilitasi hidup enak. Triliunan uang negara dalam setahun dihabiskan untuk sebuah lapas yang penghuninya adalah penjahat yang telah meresahkan dan merugikan.
Pelaku korupsi sekarang sudah menyimpan hasil korupsinya dengan baik. Sehingga jika tertangkap mereka lebih memilih dipenjara. Selain bisa hidup enak, lingkungan dipenjara adalah teman seprofesi. Sehingga dipenjara tidak membuat mereka malu. Tidak membuatnya jera dan berpikir dipenjara dapat hidup enak dan setelah masa hukuman selesai, uang hasil korupsi yang disimpan pun masih utuh.
Dibandingkan jika diberikan sanksi sosial. Mereka akan nampak oleh banyak orang yang dapat menimbulkan rasa malu bagi diri dan keluarganya. Sanksi sosial dapat memberikan efek jera dan mengurangi tindak kejahatan di Indonesia.
Selain itu, bagi yang melihat, sanksi sosial dapat membatalkan niat pelaku korupsi yang mulai coba-coba. Di Belanda sudah diterapkan sanksi sosial tersebut. Mudah-mudahan di Indonesia juga seperti itu. (*)
Komentar