JAKARTA, METRO–Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan sanksi pelanggaran etik kepada dua hakim dan tiga pegawai di lingkungan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dalam perkara dugaan suap vonis bebas terhadap terpidana kasus penganiayaan Gregorius Ronald Tannur. Langkah ini dijatuhkan setelah Badan Pengawasan (Bawas) MA melakukan pendalaman atas vonis bebas Ronald Tannur.
“Ketua MA telah memerintahkan klarifikasi terhadap para terlapor, dan tim pemeriksa Bawas MA telah melakukan pemeriksaan secara mendalam sebelum laporan hasilnya disampaikan kepada pimpinan,” kata juru bicara MA, Yanto dalam konferensi pers di gedung MA, Jakarta, Kamis (2/12).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Yanto, lima petugas peradilan itu terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) serta aturan etik bagi panitera dan juru sita sebagaimana diatur dalam Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial, serta Keputusan MA Nomor 122/KMA/SK/VII/2013.
Adapun, dua hakim yang dijatuhkan pelanggaran etik yakni, RS mantan pimpinan PN Surabaya, dinyatakan melakukan pelanggaran disiplin berat dan dijatuhi hukuman nonpalu selama dua tahun. DJMM yang juga mantan pimpinan PN Surabaya, dijatuhi sanksi disiplin ringan berupa pernyataan tidak puas secara tertulis. Dia juga sudah dimutasi.
Selain itu, RA, staf PN Surabaya dinyatakan bersalah atas pelanggaran berat dan dijatuhi hukuman pembebasan dari jabatan menjadi pelaksana selama 12 bulan.
Sementara, Y, staf PN Surabaya, dijatuhi hukuman serupa, yakni pembebasan dari jabatan menjadi pelaksana selama 12 bulan. UA, staf PN Surabaya, juga menerima sanksi yang sama, yakni pembebasan dari jabatan selama 12 bulan.
Yanto menegaskan, langkah ini merupakan bagian dari komitmen MA dalam menjaga integritas lembaga peradilan.
“Tindakan tegas diambil untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran etik tidak dibiarkan, sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap institusi peradilan,” ujar Yanto.
Lima orang yang mendapat sanksi dari Bawas MA itu diluar dari tiga majelis hakim yang menangani kasus Ronald Tannur.
Ketiga hakim PN Surabaya yang menangani kasus Ronald Tunnar adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. Ketiganya telah didakwa jaksa penuntut umum (JPU) menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu.
Uang tersebut diduga berasal dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat dan ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja. Keduanya memberikan SGD 48 ribu kepada Erintuah Damanik.
Kemudian, SGD 140 ribu kepada ketiga hakim dengan rincian, sebanyak SGD 38 ribu kepada Erintuah Damanik, SGD 36 ribu untuk Mangapul, dan SGD 36 ribu untuk Heru Hanindyo. Sisanya sebesar SGD 30 ribu disimpan oleh terdakwa Erintuah Damanik. (jpg)
Komentar