Polemik PPN 12 Persen, PSI: Lihat Jejak Digital, PDIP Menjadi Pengusul

membawa poster--K-popers dari berbagai fandom grup penggemar boygroup dan girlgroup Korea membawa poster saat aksi penolakan PPN 12 persen di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

JAKARTA, METRO–Penerapan pajak pertam­bahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 menjadi gaduh di tingkat elite politik. Hal itu bermula dari penolakan dari politisi PDIP yang menolak kenaikan PPN tersebut. Pada­hal PPN 12 persen lahir dari keputusan DPR yang bermula dari panitia kerja (panja) UU Harmonisasi Peraturan Per­pajakan (HPP) di DPR periode 2019-2024.

Panja tersebut ketika itu diketuai oleh anggota DPR dari fraksi PDIP, yakni Deddy Yevri Sitorus. Sikap PDIP itu menda­pat kritikan keras dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

“Kami sangat menyesalkan sikap PDIP. Lihat jejak digital, PDIP menjadi pengusul dan terlibat dalam panja UU HPP. Bahkan Ketua Panja dari PDIP. Kalau sekarang mereka meno­lak, apa namanya? Ya, pahla­wan kesiangan,” kata Juru Bicara PSI I Putu Yoga Saputra dalam keterangannya yang diterima JawaPos.com, Senin (23/12).

I Putu Yoga Saputra me­nga­takan, kini PPN 12 persen sudah menjadi amanat UU. Kalau tidak dijalankan, justru melanggar hukum dan me­ngun­dang risiko sosial.

“Kenaikan itu bermanfaat dalam jangka panjang terkait peningkatan penerimaan ne­gara untuk membiayai sejum­lah hal, termasuk program kesejahteraan sosial. Ujung-ujungnya akan kembali ke rakyat,” ujar Yoga.

Di sisi lain, kata Yoga, Fraksi PDIP adalah fraksi terbesar di DPR pada periode 2019-2024. Mereka sangat bisa menga­rah­kan pembahasan sebuah UU. “Kalau mereka tidak ada di parlemen atau fraksi kecil, okelah. PDIP itu fraksi terbesar di DPR. Tidak ada catatan sama sekali mereka menolak saat pembahasan,” pungkas Yoga.

Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus angkat bicara terkait polemik penolakan PDIP atas kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen. Kenaikan PPN itu ditetapkan melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Pera­turan Perpajakan (HPP).

Dia mengklaim kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025, bukan atas dasar inisiatif fraksi PDIP. Pembahasan UU HPP sebelumnya diusulkan oleh Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode lalu. PDIP sebagai fraksi yang terlibat dalam pembahasan, ditunjuk sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja).

“Jadi salah alamat kalau dibilang inisiatornya PDI Per­juangan. Karena yang mengu­sul­kan kenaikan itu adalah pe­merintah (era Presiden Jokowi) dan melalui kementerian ke­uangan,” kata Deddy, Minggu (22/12).

Deddy berkilah, pada saat itu UU HPP disetujui dengan asumsi bahwa kondisi ekonomi bangsa Indonesia dan kondisi global dalam kondisi yang baik-baik saja. Namun, seiring berja­lan­nya waktu, ada sejumlah kondisi yang membuat banyak pihak, termasuk PDIP meminta untuk dikaji ulang penerapan kenaikan PPN menjadi 12 per­sen.

Kondisi tersebut di antara­nya seperti daya beli masya­rakat yang terpuruk, badai PHK di sejumlah daerah, hingga nilai tukar rupiah terhadap dollar yang saat ini terus naik.

“Jadi sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo, bukan, karena memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelum­nya,” ujarnya. (jpc)

Exit mobile version