JAKARTA, METRO–Wakil Ketua Komisi XI DPR RI M Hanif Dhakiri membela kebijakan pemerintah yang menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Menurutnya, kebijakan ini sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Tahapan pemberlakuan kenaikan PPN diatur secara bertahap. Tarif PPN naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, dan dijadwalkan naik lagi menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Presiden Prabowo Subianto yang kini harus menjalankan aturan tersebut, telah mengambil langkah tepat dengan membatasi kenaikan tarif 12 persen hanya berlaku untuk barang-barang mewah, sehingga tidak membebani kebutuhan pokok masyarakat.
“Presiden Prabowo menunjukkan kepedulian yang nyata terhadap rakyat dengan memastikan kebijakan ini tidak menekan daya beli masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah,” ujar Hanif, Senin (23/11).
Wakil Ketua Umum DPP PKB ini juga meminta semua pihak, terutama partai-partai di DPR yang sebelumnya telah menyetujui UU HPP, agar konsisten dan adil dalam memberikan informasi serta penjelasan kepada masyarakat.
“Jangan ada yang memanfaatkan isu PPN 12 persen ini sebagai alat menyerang Presiden Prabowo. Faktanya, Presiden Prabowo berada dalam posisi harus melaksanakan undang-undang yang diwarisi dari pemerintahan sebelumnya,” tegasnya.
Selain itu, Hanif juga memberikan catatan kepada Kementerian Keuangan agar berhati-hati dalam merumuskan kategori barang-barang mewah yang dikenakan PPN 12 persen. “Definisi barang mewah harus dibuat dengan sangat cermat dan tepat agar tidak menyasar masyarakat menengah ke bawah. Daya beli masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan kebijakan ini. Itu juga yang saya yakin jadi perhatian Presiden,” tambahnya.
Mantan Menteri Ketenagakerjaan RI periodr 2014-2019 ini juga mendorong Kementerian Keuangan untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mencari sumber penerimaan negara lainnya tanpa membebani masyarakat, seperti memperluas basis pajak, meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak, maupun mengoptimalkan digitalisasi perpajakan.
“Yang terpenting saat ini adalah kerja sama semua pihak untuk memastikan kebijakan ini berjalan dengan baik, adil, dan sesuai dengan tujuannya, yaitu mendukung pembangunan tanpa membebani masyarakat kecil,” tutupnya.(jpnn)