LIMAPULUH KOTA, METRO–Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pati menolak gugatan praperadilan yang diajukan tiga orang tersangka dugaan kasus pengadaan seragam sekolah SD-SMP se-Kabupaten Limapuluh Kota terhadap Kejaksaan Negeri Payakumbuh, Senin (7/10).
Pustusan gugatan praperadilan itu dibacakan oleh hakim tunggal, Gusti Ade. Diketahui, gugatan praperadilan itu diajukan pemohon MR dan YP, melalui Kuasa Hukumnya, M Nur Idris dari Kantor Advokat/Pengacara MNI & Associates Bukittinggi.
“Ditolak, menolak permohonan Praperadilan para pemohon, membebankan biaya perkara kepada para pemohon yang jumlahnya nihil,” bunyi putusan yang dalam dilihat dalam web resmi PN Tanjung Pati.
Selain ditolaknya permohonan praperadilan MR dan YP, permohonan satu tersangka lainnya YA, juga ditolak oleh hakim.
Sementara Kepala Kejaksaan Negeri Payakumbuh melalui Kasi Pidsus, Abu Abdurrahman pascaditolaknya permohonan praperadilan ketiga pemohon oleh Hakim PN Tanjung Pati mengatakan, pihaknya akan segera merampungkan berkas perkara untuk diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum.
“Untuk selanjutnya kami akan segera melanjutkan proses penyidikan dengan merampungkan berkas perkara untuk diserahkan kepada Jaksa Peneliti dan Penuntut Umum,” ucap Abu.
Iamenyebut, semua proses yang dilakukan pihaknya dalam penetapan tersangka sesuai KUHAP. “Setelah kita dengar hasil dari Praperadilan, bahwa kita melakukan penyidikan, semua proses yang dilakukan dalam penetapan tersangka sesuai KUHAP,” tambahnya.
Kuasa Hukum Kecewa Putusan Hakim
Sementara M Nur Idris yang merupakan kuasa hukum ketiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan seragam sekolah untuk murid SD dan SMP se-Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2023, mengaku kecewa. Sebab, harapan agar kliennya untuk lolos dari status tersangka melalui praperadilan kandas, karena hakim menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan.
“Kami tentunya merasa kecewa gugatan kami ditolak. Karena sebagai kuasa hukum tetap berkeyakinan bahwa ketiga klien kami tidak bersalah,” kata M Nur Idris usai sidang putusan digelar.
M Nur Idris menyesalkan hakim tidak mempertimbangkan pendapat 2 ahli yang dihadirkan pemohon secara utuh terutama, siapa yang berwenang untuk memeriksa kerugian negara, BPKP atau BPK. Padahal aturan menyebutkan yang berwenang menghitung dan menetapkan hanya BPKP.
Seharusnya, kata M Nur Idris, hakim mempertimbangkan aturan hukum dan pendapat ahli yang telah didengar langsung di persidangan berdasarkan 186 KUHAP. Sesungguhnya bukti permulaan itu belum terpenuhi oleh termohon atau jaksa.
“Kalau dibilang tidak puas kami tidak puas karena penetapan status tersangka kepada ketiga klien saya belum dilakukan dengan proses peyelidikan dan penyidikan oleh Jaksa. Tapi hakim justeru mendalilkan audit BPKP sebagai bukti surat yang bisa diterima sebagai bukti. Sementara aturan dan ahli mengatakan Audit BPK yang sah,” ucapnya. (uus)